Bahan Kuliah : Human Relations BAB VI


BAB. VI.
TEKNIK-TEKNIK HUMAN RELATION
(Onong, 2001: 141)
“Hubungan manusiawi dapat dilakukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi, meniadakan salah pengertian dan mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia.” Demikian kata R.F. Maier dalam bukunya, Principle of Human Relation.
Dalam derajat intensitas yang tinggi, hubungan manusiawi dilakukan untuk menyembuhkan orang yang menderita frustasi. Frustasi timbul pada diri seseorang akibat suatu masalah yang tidak dapat dipecahkan olehnya. Dalam kehidupan sehari-hari siapa pun akan menjumpai masalah: ada yang mudah dipecahkan, ada yang sukar. Akan tetapi masalah yang bagaimanapun akan diusahakan supaya hilang. Orang tidak akan membiarkan dirinya digumuli masalah. Dan masalah orang yang satu tidak sama dengan masalah orang lain. Sakit, tidak lulus ujian, lamaran pekerjaan tidak diterima, mobil rusak, istri menyeleweng, anak morfinis, tidak mampu menyelesaikan tugas, permohonan tidak diterima, dan lain-lain itu semua bisa menyebabkan seseorang frustasi.
Orang yang menderita frustasi dapat dilihat dari tingkah lakunya: ada yang merenung murung, lunglai tak berdaya, putus asa, mengasingkan diri, mencari dalih untuk menutupi kemampuannya, mencari kompensasi, berfantasi, atau bertingkah laku kekanak-kanakan. Yang lebih parah bagi seseorang ialah apabila frustasinya disertai agresi sehingga tingkah lakunya menjadi agresif. Ia mengambinghitamkan orang lain, menyebarkan fitnah, merusak benda, bahkan menyerang orang, baik dengan kata-kata yang menyakitkan maupun dengan tinju.
Apabila frustasi itu diderita oleh karyawan, apalagi jika jumlahnya banyak ini akan mengganggu jalannya organisasi akan menjadi rintangan bagi tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi. Tidaklah bijaksana jika seorang pemimpin menangani pegawai yang frustasi dengan tindakan kekerasan. Di sinilah pentingnya peranan hubungan manusiawi. Dia harus membawa penderita dari problem situation kepada problem solving behaviour.
Dalam kegiatan hubungan manusiawi ada cara untuk teknik yang bis adigunakan untuk membantu mereka yang menderita frustasi yakni apa yang disebut counseling (karena tidak ada perkataan bahasa Indonesia yang tepat, dapat di-Indonesia-kan menjadi konseling). Yang bertindak sebagai konselor (counselor) bisa pemimpin organisasi, kepala humas, atau kepala-kepala lainnya (kepala bagian, seksi, dan lain-lain).
Tujuan konseling ialah membantu konseli (counselee), yakni karyawan yang menghadapi masalah atau yang menderita frustasi, untuk memecahkan masalahnya sendiri atau mengusahakan terciptanya suasana yang menimbulkan keberanian untuk memecahkan masalahnya. Ini tidak berarti bahwa konselor memberikan arah yang khusus untuk dituruti oleh konseli. Konselor hanya memberikan nasihat. Konseli sendiri yang harus mengambil kesimpulan dan keputusan berdasarkan jalan yang dipilihnya sendiri. Jadi konselor membantu konseli memperoleh pengertian tentang masalahnya. Selama masalahnya belum dimengerti dengan jelas untuk dihadapinya dengan jujur, tidak akan dapat diambil langkah-langkah pemecahannya. Aspek ini menyangkut perasaan. Konselor akan berhasil apabila ia memahami benar-benar frame of reference konseli: pengalamannya, taraf pengetahuannya, agamanya, pandangan hidupnya, dan sebagainya.
Dalam kegiatan hubungan manusiawi terdapat dua jenis konseling, bergantung pada pendekatan (approach) yang dilakukan. Kedua jenis konseling tersebut ialah directive counseling, yakni konseling yang lansung terarah, dan non directive counseling yakni konseling yang tidak langsung terarah.


a.     Konseling Langsung
Directive counseling atau konseling langsung kadang-kadang disebut juga counselor centered approach yakni konseling yang pendekatannya terpusat pada konselor. Dalam teknik konseling seperti ini aktivitas utama terletak pada konselor. Pertama-tama konselor berusaha agar terjadi hubungan yang akrab sehingga konseli menaruh kepercayaan kepadanya. Selanjutnya ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam rangka mengumpulkan informasi. Informasi yang diperolehnya itu berusaha memahami masalah yang memberati konseli.
Untuk mengetahui diagnosis yang tepat, konselor harus memahami fakta yang berhubungan dengan masalah itu. Jika konseli mengemukakan kesulitannya, konselor harus merasa pasti bahwa itulah masalah yang dihadapi oleh konseli, yang menyebabkan ia menderita frustasi. Konselor harus mengerti benar-benar mengenai informasi yang diperolehnya itu sehingga ia dapat melakukan interpretasi. Hanya bila ia mengerti dan dapat melakukan interpretasi, ia akan dapat memberikan nasihat dan sugesti kepada konseli. Syarat sugesti ialah kepercayaan. Konseli akan kena sugesti kalau ia menaruh kepercayaan kepada konselor, kalau konselor mempunyai kelebihan pengalaman dan pengetahuan daripada konseli, dan bila tingkah laku konselor tidak tercela.
b.     Konseling Tidak Langsung
Non-directive counseling atau konseling tidak langsung disebut juga counselee centered approach, pendekatan yang terpusat kepada konseli. Jenis ini dapat digunakan oleh konselor yang tidak memiliki pengetahuan mendalam mengenai psikologi.
Dibandingkan dengan counselor centered approach counseling yang tradisional itu, counselee centered approach counseling lebih ampuh dalam membantu seseorang yang menderita frustasi. Dalam konseling jenis ini, aktivitas utama terletak pada pihak konseli, sedangkan konselor hanya berusaha agar konseli merasa mudah memimpin dirinya sendiri. Konseli dibantu untuk merasa dirinya bebas untuk menyatakan isi hatinya, dan sebagainya. Dalam mengemukakan semua itu ia tidak merasa dipaksa.
Meskipun dikatakan non-directive, maksud konselor tetap hendak membantu konseli untuk mendiagnosis gangguan jiwanyadan berusaha menghilangkan motif-motif buruk yang menyebabkan gangguan itu. Konselor berusaha agar konseli mencari jalan keluar sendiri dari kesukaran-kesukarannya. Untuk itu konselor menciptakan suasana psikologis yang memungkinkan adanya saling mengerti, antusiasme, dan sikap ramah tamah, suasana yang memungkinkan konseli menyatakan segala pikiran dan perasaannya. Dalam dialog dari hati-ke hati itu konselor mendorong konseli untuk menyelidiki dirinya lebih dalam. Dengan mencetuskan isi hatinya itu konseli akan mengoreksi dirinya, mengingat-ingat hal-hal yang pernah dialaminya dan memahami pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian, motif-motif yang konstruktif akan lebih jelas baginya dan ia merasakan kebutuhan akan motif-motif tersebut. Berdasarkan motif-motif itu ia akan memilih dengan bebas cara bertingkah laku yang lebih baik, dan meninggalkan cara-cara bertingkah laku yang sebelumnya telah mengganggunya.
Dalam tanya jawab itu, tugas konselor memang tidak mudah. Ia harus menyingkirkan sikap super atau perasaan diri berpangkat lebih tinggi, lebih pintar, lebih berpengalaman dan sebagainya.




MEMORI DALAM KONTEKS HUMAN RELATION

Dalam komunikasi Intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam memengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Memori adalah system yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya (Schlessinger dan Groves).
Memori meleawai tiga proses:
1.     Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor inera dan sirkit saraf internal.
2.     Penyimpanan (strorage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada berserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana. Pe
3.     Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan
Jenis-jenis Memori. Pemanggilan diketahui dengan empat cara :
1.     Pengingatan (Recall), Proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas.
2.     Pengenalan (Recognition), Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah fakta;lebih mudah mengenalnya.
3.     Belajar lagi (Relearning), Menguasai kembali pelajaran yang sudah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
4.     Redintergrasi (Redintergration), Merekontruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil.



Mekanisme Memori
Ada tiga teori yang menjelaskan memori :
1.     Teori Aus (Disuse Theory), memori hilang karena waktu. William James, juga Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “the more memorizing one does, the poorer one’s ability to memorize” – makin sering mengingat, makin jelek kemampuan mengingat.
2.     Teori Interferensi (Interference Theory), Memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada menja lilin atau kanvas itu. Ada 5 hal yang menjadi hambatan terhapusnya rekaman : Interferensi, inhibisi retroaktif (hambatan kebelakang), inhibisi proaktif (hambatan kedepan), hambatan motivasional, dan amnesia.
3.     Teori Pengolahan Informasi ( Information Processing Theory), menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memory jangka pendek; lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukan pada Long-Term Memory (LTM, memori jangka panjang)


EVASI DAN HAMBATAN HUMAN RELATION
(Onong, 2003: 50; Hafied: 131)
Hambatan human relation pada umumnya mempunyai dua sifat: objektif dan subjektif. Hambatan yang sifatnya objektif adalah gangguan dan halangan terhadap jalannya human relation yang tidak disengaja dibuat oleh pihak lain tapi mungkin disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. Gangguan cuaca terhadap jalannya pidato radio, gangguan lalu lintas terhadap ceramah di sebuah tempat tepi jalan raya merupakan rintangan yang berisfat objektif.
Rintangan atau hambatan yang bersifat objektif ini mungkin pula disebabkan oleh kurangnya kemampuan berkomunikasi misalnya “field of experience” yang tidak “in tune” antara komunikator dan komunikan, approach penyajian yang kurang baik, timing yang tidak cocok, penggunaan media yang keliru, dan sebagainya.
Hambatan yang bersifat subjektif ialah yang sengaja dibuat oleh orang lain sehingga merupakan gangguan, penentangan terhadap suatu usaha komunikasi.
Dasar gangguan dan penentangan ini biasanya disebabkan karena adanya pertentangan kepentingan, prejudice, tamak, iri hati, apatisme dan sebagainya.
Faktor kepentingan dan prasangka merupakan faktor yang paling berat karena usaha yang paling sulit bagi seorang komunikator ialah mengadakan komunikasi dengan orang-orang yang jelas tidak menyenangi komunikator atau menyajikan pesan komunikasi yang berlawanan dengan fakta atau isinya yang mengganggu suatu kepentingan.
Apabila seseorang dikonfrontasikan dengan suatu bentuk komunikasi yang tidak disukainya karena mengganggu kedudukan pendidikan, atau kepentingannya maka orang tersebut biasanya mencemoohkan komunikasi tersebut atau mungkin pula mengelakkan dan secara acuh tak acuh mendiskreditkan pesan komunikasi sebagai hal yang sukar dimengerti.
Gejala mencemoohkan dan mengelakkan suatu komunikasi untuk kemudian mendiskreditkan atau menyesatkan pesan komunikasi, dinamakan evasion of communication.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal UAS Etika Kehumasan

Artikel Komunikasi

KOMPONEN KONSEPTUAL KOMUNIKASI