Artikel Komunikasi


APLIKASI RETORIKA DALAM AKTIVITAS DHARMA WACANA
Oleh. I Dewa Ayu Hendrawathy Putri, S.Sos, M.Si




The Fact is………. 
“Nobody is Born Speaker”
Ada anggapan bahwa kesuksesan seseorang dalam beretorika hanya karena dia telah memiliki bakat
Namun...
Tidak selamanya bakat menjadi faktor penentu kesuksesan seseorang
dalam bidang retorika



I.       PENDAHULUAN
Manusia setiap hari melakukan aktivitas komunikasi. Mulai dari bangun tidur karena suara kokok ayam jantan, mandi sambil mendengarkan radio, berpakaian dan berdandan sambil menonton televisi, sarapan sambil membaca koran, bahkan dalam perjalanan ke sekolah atau bekerja melihat berbagai iklan dalam bentuk billboard, spanduk, selebaran, sampai kembali tidur di malam hari mungkin masih mendekap surat kabar atau tertidur ketika sedang menonton televisi. Hal ini kadang-kadang menjadi rutinitas warna kehidupan manusia modern. Sebelum mesin cetak, radio, dan televisi ditemukan, manusia sudah melakukan aktivitas komunikasi, baik menggunakan bahasa verbal, yakni oral dan tulisan juga pemakaian simbol-simbol dan isyarat menjadi kebiasaan. Jadi, di samping bercakap-cakap secara lisan antara manusia satu dengan lainnya, aktivitas menulis juga dilakukan.
Menulis di atas batu atau daun menjadi tanda perkembangan peradaban manusia. Tetapi, kapan bahasa itu muncul tidak diketahui secara pasti. Beberapa pendapat berkaitan dengan kemunculan bahasa ini, di antaranya sebagai berikut :
1.      Bahasa muncul melalui penyebutan bunyi yang kemudian ditirukan. Misalnya; suara kucing, ayam  berkokok, dan sebagainya.
2.      Bahasa berawal dari ekspresi atau emosi. Misalnya; ekspresi sakit, puas, menderita dan lain-lain.
3.      Bahasa merupakan gerakan badan manusia. Bunyi diiringi gerak-gerik tersebut.
4.      Bahasa dalam hal ini spesifik kata berasal dari istiadat pemujaan yang berwujud nyanyian sebagai ungkapan perasaan.
5.      Kata berasal dari bunyi yang dihasilkan atau dikaitkan secara kebetulan dalam suatu peristiwa penting.
6.      Perkembangan bahasa dikaitkan dengan perkembangan alat pada manusia dalam kehidupan berburu (food gathering).
Perkembangan bahasa dipelajari dengan memberikan makna padanya, juga perkembangan intelektual yang menyertai diri dan sekumpulan manusia. Bahasa digunakan untuk merekam keadaan sekitarnya yang lebih berkesan untuk mendapatkan laporan guna membuat keputusan, untuk mengatur hubungan sosial. Didunia terdapat kurang lebih 3000 bahasa dan dialek. Beberapa bahasa, seperti bahasa Inggris, Cina dan Jepang banyak dipahami oleh manusia dari belahan lain atau di luar negaranya. Hal ini disebabkan oleh:
1.      Mudahnya jaringan komunikasi dan transportasi.
2.      Perkembangan perdagangan dan penaklukan.
3.      Pengaruh kekuasaan serta ideologi.
Dari bunyi sebagai rujukan,kemudian dikembangkan oleh manusia lewat tulisan. Awal mula tulisan muncul pada abad ke-4 sebelum Masehi, yakni dengan ditemukannya gambar-gambar atau lukisan di gua selatan Perancis, kawasan pedalaman Sahara, dan wilayah tempat tinggal orang asli Australia. Lukisan itu dibuat untuk keperluan pemujaan atau melukis binatang yang pernah di buru. Dengan lukisan atau gambar ini yang kemudian berkembang sebagai lambang yang lebih awet dan bertahan daripada hanya dengan perkataan lisan. Tulisan berbentuk gambar ini dikenal di mesir sebagai Heiroglif dan juga berkembang di Cina sebagai Ideograf. Setiap gambar sebagai tanda merujuk pada suatu bunyi dan tentu saja memiliki makna tertentu.
Anda selaku pembicara juga dituntut untuk mengembangkan kemampuan interpersonal anda, terutama dalam hubungannya dengan orang lain. Kredibilitas sebagai komunikator harus dikembangkan baik ketika tampil sebagai pembicara di depan audiens maupun sebagai pribadi yang harus menjalin relasi. Komunikasi lisan, tulisan, dan isyarat, serta kemampuan interpersonal akan mendukung kelancaran anda dalam melakukan presentasi maupun pidato atau pembicaraan lain.
Ada pandangan dalam masyarakat bahwa kemampuan seseorang berbicara di depan umum adalah bakat bawaan dari lahir dan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja. Berbicara di depan umum/public speaking, baik itu dalam acara Dharma Wacana, ulang tahun, peresmian kantor, acara penghargaan, pidato sambutan, kesaksian produk/kesuksesan dan lainnya menjadi momok yang begitu menakutkan bagi sebagian besar orang, bukan hanya di Indonesia bahkan di dunia.
Banyak eksekutif, konsultan, dosen, peneliti, penyuluh, dan profesi lainnya takut gagal berbicara di depan rekan-rekan, kolega, pelanggan, staf, dan kelompok penting lainnya. Sebuah studi di Amerika Serikat terhadap 10.000 orang manajer, 32 % menyatakan bahwa berbicara di depan orang banyak sebagai hal yang menakutkan (Walters,1989 dalam Macnamara, 1996). Lebih ekstrim lagi, dalam buku tersebut disampaikan bahwa ketakutan berbicara melebihi ketakutan mengahadapi kesulitan finansial, kelebihan bobot badan, dan kematian. Dengan kata lain, sepertiga orang dalam studi tersebut menyatakan “lebih baik mati dari pada harus berpidato” (The Book of list dalam Walters, 1989, dalam Macnamara, 1996). Sebaiknya, sukses suatu presentasi tidak terletak pada penguasaan subjek pengetahuan saja, tetapi kemampuan berbicara efektif, menjadi penting untuk dipelajari dan dilatih.
Niki Flacks mantan artis, creator terkenal dan pembicara pada Power Talk terkenal di Australia mengatakan “Berbicara di depan umum (public speaking) adalah Performing”, karena bukan terletak pada aktivitas alami yang diperoleh sejak lahir, tetapi penekanan pada keterampilan komunikasi lebih dominan, dimana dibutuhkan pelatihan. Guru Besar Komunikasi dan Hubungan Industri terkenal dari Macquarie University di Sydney mengatakan bahwa dewasa ini seorang manajer belum bisa dikatakan baik tanpa memiliki keterampilan berkomunikasi (Macnamara, 1996). Sebuah studi yang dilakukan APM Training Institute di Australia menemukan bahwa 80,7 % menyatakanada tiga keterampilan komunikasi yang paling diinginkan ekekutif pemasaran, keterampilan presentasi adalah yang paling diinginkan (Morphew, 1994).
“Presentasi ibarat gunung es yang nampak indah di atas permukaan laut”. Namun dengan keindahan tersebut akan hilang, manakala 90 % bagian gunung es yang ada dibawah permukaan laut tersebut tenggelam.
Dengan demikian 90 % bagian dari presentasi adalah persiapan, sisanya penyajian dan diskusi. Sekalipun anda menguasai subjek dan mampu berbicara penuh wibawa, persiapam cermat tetap diperlukan untuk dua (2) alasan penting:
1)      Menemukan informasi lebih lanjut tentang subjek untuk disarikan bagi hadirin. Pilihlah informasi yang menonjol. Jika tidak memiliki cukup informasi, sebaiknya tidak memberikan presentasi.
2)      Memasarkan gagasan kepada hadirin serta memperoleh dan mempertahankan perhatian hadirin.

1.1. PENGERTIAN RETORIKA
Retorika sebagai ilmu berbicara mencapai puncak kejayaan di era Yunani dan Romawi. Kaum sofhist memiliki andil dan peran yang besar dalam penyebarannya. Retorika pada waktu itu digunakan untuk kepentingan politik, yakni memperluas kekuasaan dan menebarkan pengaruh pada masyarakat. Dari sini munculah tokoh-tokoh yang memiliki kepedulian pada perkembangan retorika. Diantaranya ada Aristoteles, Plato, Socrates, Cicero, dan masih banyak lagi yang memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang eksistensi retorika.
Perkembangan selanjutnya sampai abad ke-29 konsep retorika Aristoteles dan beberapa tokoh lain tetap digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan dan pengembangan suatu pidato atau presentasi. Retorika mengalami pergeseran istilah menjadi oral communication, speech, dan public speaking (salah satunya adalah dharma wacana). Hal ini berimplikasi pada fokus kajian yang tidak hanya monologika, namun dialogika juga mulai dikembangkan. Kajian pun tidak hanya memperhatikan komunikator atau pembicara saja, tetapi aspek-aspek komunikan atau pendengar pun menjadi bagian penting keberhasilan pidato atau presentasi.
Retorika berasal dari bahasa Inggris “Rhetoric” dan dalam perkataan latin “Rhetorica” yang berarti Ilmu Bicara.
Ada juga yang memberikan pengertian “Retorika” sebagai seni penggunaan bahasa yang efektif. Disisi lain ada juga yang mengatakan bahwa Retorika sebagai “Public Speaking” atau berbicara di depan umum.
Pengertian Retorika secara sempit hanya mengenai bicara, sedangkan secara luas adalah tentang pengunaan bahasa lisan dan tulisan. Menurut Sunarjo (1983: 49-52), pengertian Retorika dapat dilihat dari tinjauan filosofis dan tinjauan Ilmu Komunikasi.
1)      Sebagai Tinjauan Filosofis
Retorika dapat dirunut dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Filsuf Aristoteles mempertegasnya bahwa Emosi manusia bervariasi dan bagaimana seorang orator/pembicara dapat mempengaruhinya. Aristoteles juga memberikan pengertian bahwa Retorika sebagai seni yang memiliki nilai-nilai tertentu. Nilai itu adalah kebenaran & keadilan yang mempunyai kekuasaan & kekuatan dalam masyarakat.
Bagi Aristoteles, Retorika memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
a.       Pengetahuan yang mendalam tentang retorika & latihan-latihan yang dilakukan bisa mencegah retorika digunakan sebagai alat penipuan.
b.      Retorika sangat berguna sebagai sarana untuk menyampaikan instruksi.
c.       Retorika sama halnya dengan dialektik yang dapat memaksa orang untuk berpikir dan mengajukan pertanyaan.
2) Tinjauan menurut Ilmu Komunikasi
Dalam ilmu komunikasi, Retorika & Public Speaking tidak terlalu dibedakan pengertiannya. Berikut ini diuraikan beberapa pendapat :
a)      Public Speaking atau Retorika adalah suatu komunikasi dimana komunikator berhadapan langsung dengan massa atau berhadapan dengan komunikan / audiences dalam bentuk jamak. Public Speaking atau Retorika dibedakan dengan komunikasi massa. Alasannya komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang menggunakan media massa, sedangkan Public Speaking atau Retorika adalah komunikasi langsung dengan media massa.
b)      Public Speaking atau Retorika digolongkan pada komunikasi massa. Alasannya bahwa Public Speaking atau Retorika harus dibedakan dengan pidato-pidato lain. Public Speaking adalah bentuk komunikasi berupa pembicaraan yang diucapkan seseorang di depan orang banyak / massa mengenai sesuatu masalah sosial.
c)      Tujuan Public Speaking atau Retorika selalu digunakan untuk menyadarkan dan membangkitkan orang banyak atau mengenai masalah sosial sehingga tidak perlu menggunakan suatu uraian ilmiah rasional. Tujuan Retorika terutama berusaha mempengaruhi audiens atau komunikan.


1.2. BENTUK DASAR KOMUNIKASI
Komunikasi dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Misalnya, komunikasi tatap muka, telepon, telegram, dll. Komunikasi terbagi menjadi 2 Jenis, yaitu, Komunikasi Verbal dan Nonverbal. Mari kita bahas satu persatu :
1) Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah kumpulan isyarat, gerak tubuh, intonasi suara, sikap, dan sebagainya, yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi tanpa kata-kata (Bovee dan Thill, 2003:4). Komunikasi non verbal sering juga disebut sebagai bahasa diam (silent language). Ahli antropologi mengatakan bahwa sebelum adanya komunikasi verbal, masyarakat berkomunikasi nonverbal melalui gerakan tubuh (body language).
Komunikasi nonverbal sangatlah kompleks. Dimana, kita mengekspresikan apa yang ingin kita sampaikan melalui gerakan tubuh. Maka dari itu, sebagai seorang komunikator untuk memahami komunikasi nonverbal, kita harus memahami seluk beluk sosial budaya nya terlebih dahulu. Karena, komunikasi baru akan terjadi secara efektif jika kita mempunyai kesamaan makna dengan komunikan. Maksud disini, mengapa kita harus mengenal budayanya? Karena, setiap daerah memiliki budayanya sendiri-sendiri, misal di arab tanda acungan JEMPOL adalah tanda berhenti, sedangankan di indonesia tanda acungan jempol adalah mengatakan OKE.
Menurut Mark Knap (dalam Cangara, 2004:100), fungsi komunikasi nonverbal adalah :
a)      Meyakinkan apa yang diucapkan (repetition)
b)      menunjukan perasaan atau emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata (substitution)
c)      menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity)
d)      menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasa belum sempurna.

Dalam berbagai studi, komunikasi verbal dikelompokan dalam beberapa bentuk (Cangara, 2004:101):
1.      Kinesics, yaitu komunikasi verbal yang ditunjukan dengan gerakan tubuh :
a.       Emblems, merupakan sebuah isyarat yang di buat oleh suatu budaya. Misalnya, V bagi orang Amerika merupakan Victory atau kemenangan
b.      Illustrators, merupakan sebuah gerakan badan untuk mengilustrasikan sesuatu. Misalnya, Tinggi badannya seseorang, Gemuk langsingnya seseorang
c.       Affect Display, Merupakan isyarat yang biasanya timbul karena pengaruh dari emosional seseorang. Misalnya wajah senang, wajah bete, wajah sedih. Raut Muka juga mengisyaratkan suatu pesan.
d.      Regulators, Suatu gerakan tubuh yang biasanya terjadi di daerah kepala, misalnya mengangguk, menggelengkan kepala.
e.       Adaptory, suatu gerakan tubuh yang menunjukan kejengkelan pada sesuatu. Misal menggerutu, menarik napas dalam-dalam, mengepalkan tinju.
    2. Gerakan Mata (eye gaze)
Siapa bilang mata tak dapat berbicara? Justru terkadang mata lah yang paling menunjukan ekspresi seseorang. Apakah dia sedang sebal, sedih, senang, terharu. Mata tak bisa bohong. Jika seseorang sedang suka pada pasangannya, maka tatapannya akan terasa berbeda.
    3. Sentuhan (Touching)
Sentuhan adalah sebuah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan. Ada tiga bentuk sentuhan badan :
a.       Kinesthetic, merupakan isyarat yang menunjukan kemesraan, atau keakraban.
b.      Sociofugal, merupakan isyarat yang menunjukkan awal mula persahabatan.
c.       Thermal, merupakan isyarat awal menunjukkan persahabatan, namun lebih intim, misalnya menepuk bahu, adu tinju, dll.

4. Paralanguage
Paralanguage merupakan suatu isyarat yang timbul karena adanya sebuah tekanan pada saat berbicara. sehingga pada saat si komunikator berbicara, sang komunikan sudah mengerti apa yang sebenarnya ingin dibicarakan. Contoh : ketika sang suami memanggil dengan mesra “sayaang...” maka sang istri sudah mengetahui bahwa suaminya memanggil dia.
5. Diam
Diam juga merupakan bentuk komunikasi nonverbal. walaupun bentuk komunikasi ini merupakan bentuk yang sangat sulit untuk di terka karena bisa saja apa yang dipikirkan orang itu adalah negatif atau pun positif.
6. Postur Tubuh
Terkadang manusia mengartikan postur tubuh secara “branding”. Bentuk Postur tubuh seseorang dapat dilihat dari 3 bentuk :
a.       Ectomorphy, tinggi kurus, dilambangkan orang yang mempunyai sikap ambisius, pintar dan kritis.
b.      Mesomorphy, bentuk tubuh yang tegap dan atletis melambangkan orang tersebut cerdas, bersahabat, dan aktif.
c.       Endomorphy, bentuk tubuh pendek, bulat, dan gemuk, melambangkan pribadi yang humoris, santai, dan cerdik.
7. Warna
Warna memberikan arti pada objek. Misal warna merah tanda marah, putih suci.
8. Bunyi
Jika Paralanguage merupakan bentuk tekanan pada suara, sedangkan bunyi adalah tekanan pada suatu benda yang memiliki arti. Misal, tepuk tangan tanda apresiasi, peluit parkir tanda berenti atau maju. dll.
9. Bau
Bau bisa melambangkan suatu pesan. Misalnya, wewangian kosmetik akan berbeda dengan wewangian makanan.




       2) Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi dimana disampaikan secara lisan atau tertulis yang menggunakan suatu bahasa. Bahasa didefinisikan sebagai seperangkat kata yang disusun secara terstruktur sehingga menjadi kalimat yang mempunyai arti. Komunikasi Verbal terbagi menjadi 2 (dua) :
a)      Komunikasi lisan atau Oral Communication (berbicara dan mendengar),
1.  Berbicara
Berbicara merupakan salah satu bentuk komunikasi verbal yang bersifat oral. Berbicara sangatlah fatal dilakukan jika kita tidak mempunyai bahan dan persiapan yang matang. Karena komunikasi bersifat irresversibel (tidak dapat diulang). Sehingga apa yang kita bicarakan haruslah benar-benar baik.
     Keunggulan Berbicara :
§         Tidak Merepotkan
§         Waktu yang diperlukan lebih sedikit
§         Tidak memerlukan bentuk komposisi yang baku
§         tidak perlu menulis, tidak perlu mengirimkan pesan tersebut kepada orang yang dituju (secara materil)
§         Langsung diterima komunikasi
§         Ditunjang mimik wajah dan gerak tubuh
§         Feedback langsung dapat melihat kekurangan
§         Karena bersifat spontan, maka kualitas komunikasi tergantung kepada kemampuan seseorang mengucapkannya, jadi, bersifat selintas bagi audiens.
§         Jika orang lain sedang berbicara dan tidak diberi perhatian, maka poin penting akan hilang.
§         Audiens seringkali melihat orang berbicara dari penampilannya. Sehingga langsung men-judge seseorang by cover.



      Meningkatkan Efektifitas Berbicara :
§         Pengucapan yang jelas
§         bahasa yang lugas/dan mudah dimengerti
§         kecepatan pengucapan yang wajar
§         nada dan volume yang tepat
§         suasana yang menunjang
§         cara penyampaian yang tepat (Sesuaikanlah audiens anda, seperti : ngomong dengan petani. maka anda tidak akan memakai jas atau pakaian dugem, bersifatlah humble, dan berusaha ber empati dengan petani tersebut).

Faktor yang mempengaruhi kelancaran berbicara (Wursanto dalam Haryani, 2001:237) :
a.       Pengetahuan, seseorang yang mempunyai pengetahuan dan wawasan luas biasanya tidak akan kehabisan kata-kata dalam berbicara. Maka dari itu, banyaklah baca, menonton TV, internet browsing di situs2 informatif, sehingga apa yang anda bicarakan pun akan mempunyai relevansi satu sama lain. Karena sesungguhnya komunikasi itu adalah ilmu yang sangat luas. Dimana segala sesuatu mempunyai unsur informasi, mulai dari fisika sampai ke budaya.
b.      Intelegensia, Intelegensi sangat berpengaruh, dengan intelegnsi yang tinggi kita dapat dengan cepat menemukan relevansi antar satu fenomena dengan fenomena lainnya.
c.       Kepribadian, Orang yang mempunyai pengetahuan luas dan intelegensi yang tinggi belum tentu bisa berbicara dengan baik jika ia mempunyai kepribadian yang pemalu dan menutup diri. Maka dari itu, sikap percara diri seseorang sangat penting untuk menambah kelancaran berbicara.
d.      Pengalaman, Pengalaman berbicara menyebabkan seseorang lebih lancar berbicara. Sampai terkadang, orang berbicara sudah mengalir dengan sendirinya seperti menyetir mobil. Bak air mengalir misalnya; dosen, mereka juga sudah berpengalaman, jadi untuk berbicara, sudah tinggal menyiapkan badan.
e.       Biologis, hal ini berhubungan dengan kelengkapan rongga mulut. Misal, kelainan rahang bibir, gigi, sehingga membuat seseorang menjadi kurang percaya diri, misal : menjadi gagap, atau pun perkataan yang keluar tidak jelas.

2. Menyimak (Listening)
Menyimak atau listinening, adalah kegiatan seseorang yang bersifat fisikal dimana seseorang menerima, memperhatikan, serta memahamai suara (Barker dalam Haryani, 2001-242). Menyimak secara efektif merupakan kerja aktif dari pikiran kita. Sehingga dalam menyimak kita harus mempunyai konsentrasi yang penuh. Tidak hanya indra pendengaran saja yang bekerja, melainkan juga pikiran kita.

Proses Menyimak :
§         Mendengarkan (hearing), dimana seseorang menerima suara melalui indera pendengaran. seseorang perlu mendengar sebelum menyimak.
§         Memperhatikan (attention), mengapa dalam menyimak kita perlu berkonsentrasi penuh. Karena untuk kita dapat menyimak secara efektif, begitu banyak noise disekeliling yang mengganggu. Misal kita sedang ada di kelas untuk memperhatikan dosen. Kadang terggangu dengan teman sebelah yang malah asik curhat atau sms-an.
§         Memahami (understanding), kedua tahap diatas belum sampai kepada proses menyimak yang efektif, untuk dapat menyimak selain mendengar dan memberikan atensi, kita juga harus menyerap pesan yang tersalur dalam ruang tersebut.
§         Mengingat (Remembering), ketika kita sudah melewati proses memahami pesan, maka kita harus mengingat. sehingga informasi yang masuk dapat menjadi bagian dari retensi (memori jangka panjang).
§         Mengevaluasi (evaluating), dalam tahapan evaluasi, penerima pesan akan membedakan mana yang fakta atau opini. Dalam proses ini, listener akan mempunyai pertimbangan dan akan melakukan selektivitas tentang pesan yang harusnya masuk dan harus dibuang. Pesan akan dipilah dan tidak akan di serap semuanya. Ini tergantung kepada FOR dan FOE (Frame of Reference and Field of Experience).
§         Menanggapi (Responding), dalam menanggapi pesan, maka akan terdapat suatu umpan balik ataupun feedback. Tapi dalam hal ini feedbacknya juga dapat bersifat verbal atau nonverbal. Misal, responder menanggapi pesan dengan diam, kita tidak tahu apakah ia benar-benar mengerti atau justru tidak mengerti. atau pun ada responder yang sangat aktif dan kritis.

Hambatan Menyimak :
§         Faktor lingkungan (noise) : Suara, Jarak. Sumber Pesan, ini harus diperhatikan, karena dalam menyimak kita terkadang selektif melihat pembicara. Mungkin saja karena faktor pribadi, atau karena si sumbernya sendiri terlihat tidak kredibilitas dengan mengeluarkan banyak suara seperti “Eh.. Um..”
§         Pesan : Pesan atau materi baru yang sukar akan membuat pendengar mengalami kesulitan. Misalnya, kita memberikan kursus bahasa jepang kepada ibu-ibu yang sudah tidak efektif lagi untuk belajar. Maka pesan pun akan sulit di tangkap.
§         Individu Penyimak : Kondisi Fisik, kebutuhan, kebiasaan, Tanggung jawab.





b)      Komunikasi Tertulis atau Written Communication (menulis dan membaca).
1. Menulis
      Dalam Written Communication, Perhatikan :
§         alat tulis, kertas, dll
§         bentuk penulisan, warna dan huruf
§         bahasa dan gaya penulisan
§         percetakan yang memadai
2. Membaca
Prinsip-prinsip membaca :
§         Speed (Kecepatan), kecepatan membaca sangatlah berpengaruh terhadap memori kita. Namun kecepatan membaca ini pula harus dibatasi. Ketika kita membaca sesuatu yang kira-kira memerlukan pemahaman tingkat tinggi, maka kita harus membaca secara teliti (bukan berarti lambat), namun jika kira-kira bacaan tersebut kurang relevan dengan kebutuhan, maka kita dapat membacanya selintas.
§         Comprehension (Pemahaman), pemahaman terhadap apa yang kita baca, akan berpengaruh terhadap hasil dari apa yang kita baca. Maka dalam membentuk pemahaman secara efektif maka kita harus berkonsentrasi penuh pada suatu pesan.
§         Efisiensi, Dalam membaca kita harus memikirkan faktor efisiensi. Membaca harus dengan efisien, sehingga dapat meng-efektifkan apa yang harus di pahami dalam bacaan tersebut.
§         Retensi (penyimpanan dalam ingatan tentang apa yang kita baca). Membaca dengan baik akan mempengaruhi retensi kita. Dalam otak kita sebenarnya terdapat pilar-pilar atau rak-rak ingatan. Dimana, kita harus dapat menyimpan dan memanage informasi dalam ingatan kita.





Empat Cara Membaca agar Efisien :
§         Carefull Reading : bahan bacaan komplek, komperhensif, dan long term retention.
§         Rapid Reading : Bahan bacaan sederhana, ringan, gambaran menyeluruh, retensi kurang.
§         Skimming : Tidak mengingat Detail, langsung ke perspektif menyeluruh.
§         Scanning : Mencari data dan fakta tertentu.


1.3. ETOS KOMUNIKATOR DAN TEORI HUMOR
       A. ETOS KOMUNIKATOR
“Apa yang dikatakan adalah penting, tetapi siapa yang mengatakan juga tak kalah pentingnya”.

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan berkaitan dengan karakteristik seorang komunikator ( pedharma wacana / duta dharma ) sebagai berikut :
1.      Kepribadian
Perihal yang membentuk kepribadian seseorang adalah :
§         Memiliki dasar pendidikan yang cukup dan pengetahuan yang luas.
§         Cara dan bentuk pergaulannya sesuai dengan tingkat orang-orang yang dihadapinya.
§         Memperhatikan penampilannya sederhana, tetapi menarik dan asli.
§         Memperhatikan sopan-santun.
§         Jujur dalam tutur kata dan tingkah laku.
§         Bersemangat dan mampu memberi semangat.
2.      Faktor Logos, Patos dan Etos dalam Retorika
§         Logos adalah daya tarik logis berdasarkan pemikiran yang mantap.
§         Patos menunjukkan emosional (misalnya; pemilihan kata-kata, kalimat yang bervariasi, gaya pengucapannya yang berwarna serta ilustrasi yang digunakan).
§         Etos merupakan sumber kredibilitas komunikator yang berhubungan dengan kemampuannya.

Menurut Bradley sumber-sumber etos meliputi:
1)      Kompetensi
2)      Dapat dipercaya
3)      Kesamaan
4)      Daya Tarik
5)      Ketulusan
Menurut Jalaluddin Rakhmat dimensi etos meliputi; kredibilitas, atraksi dan kekuasaan.
Adapun komponen kredibilitas meliputi :
1)      Keahlian
2)      Kepercayaan
3)      Dinamisme
4)      Sosiabilitas
5)      Karisma

B.  TEORI HUMOR
Humor merupakan dimensi watak dari kredibilitas, dipakai sebagai alat untuk menyenangkan diri juga audiences. Menurut Jalaluddin Rakhmat ada tiga (3) teori humor sebagai berikut :
1.      Teori Superioritas dan Degadrasi; teori ini banyak digunakan untuk menganalisis humor yang termasuk satire, yakni kekeliruan humor yang mengungkapkan kejelekan atau kelemahan orang, kekeliruan gagasan atau lembaga dengan tujuan agar diperbaiki.
2.      Teori Bisosiasi; humor timbul karena hal-hal yang tidak diduga atau kalimat serta kata yang menimbulkan dua macam asosiasi
3.      Teori Pelepasan Inhibisi; menekan pengalaman-pengalaman yang tidak enak dan keinginan-keinginan yang tidak terwujud ke dalam bawah sadar.
Adapun teknik yang biasa digunakan dalam humor adalah : exageration, parodi, ironi, burlesque, perilaku aneh para tokoh dan belokan mendadak.
Penggunaan humor mempengaruhi persepsi audiens terhadap karakter komunikator meskipun humor sendiri tidak membantu meningkatkan pemahaman terhadap pesan yang disampaikan.

Sedangkan menurut Carnegie (1985) hal-hal yang perlu dilakukan dalam suatu penyajian presentasi :
1.      Buat catatan ringkas dari bagian-bagian yang akan disampaikan;
2.      Jangan menulis sesuatu di luar penyajian;
3.      Jangan menghafal kata demi kata;
4.      Sampaikan informasi dalam bentuk ilustrasi atau contoh;
5.      Kuasai pengetahuan secara luas;
6.      Jangan cemas waktu penyajian;
7.      Jangan meniru gaya orang lain, jadilah diri sendiri (be yourself).
Ketepatan waktu penyajian merupakan hal yang penting. Persiapan yang baik termasuk merancang waktu penyajian secara tepat. Ketepatan waktu tentu harus proporsional untuk pengantar, isi pembicaraan, kesimpulan dan saran.


        C.   KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
Trampil berbicara dengan hanya mengandalkan teknik rhetorika, nampaknya belum cukup untuk menjadi seorang pembicara / pedharma wacana / duta dharma yang handal. Karena bagimanapun hebatnya daya pesona yang ditimbulkan oleh seorang pembicara dalam penampilannya tanpa didukung oleh efektifitas pembicaraan yang dibawakannya, maka apa yang disampaikannya itu akan berlalu begitu saja tanpa menimbulkan kesan yang mendalam, atau dengan kata lain efek pesan yang disampaikannya itu hanya bertahan sampai selesainya pembicaraan, begitu pembahasan selesai maka selesai pulalah segalanya. Untuk itulah maka disamping seorang pembicara dalam memberikan dharma wacana perlu memiliki rhetorika yang baik, ia juga perlu menguasai apa yang disebut berkomunikasi yang efektif.
 Berkomunikasi Efektif merupakan sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak secara lisan dengan cara yang mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya. Hal itu dapat terjadi jika pembicaraannya sistematis, benar, tepat dan tidak berbelit-belit dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Tidak peduli seberapa berbakatnya seseorang, betapapun unggulnya sebuah produk, atau seberapa kuatnya sebuah kasus hukum, kesuksesan tidak akan pernah diperoleh tanpa penguasaan ketrampilan komunikasi yang efektif. Apakah anda sedang mempersiapkan dharma wacana, presentasi, negosiasi bisnis, melatih tim olah raga, membangun sebuah teamwork, bahkan menghadapi ujian akhir gelar kesarjanaan, maka efektifitas komunikasi akan menentukan kesuksesan anda dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
Banyak pakar komunikasi yang meyakini, tidak ada seorang pun di dunia ini yang memiliki kemampuan atau pengetahuan dan pemahaman mengenai komunikasi sebaik yang dimiliki oleh “William Shakespeare” sastrawan Inggris yang sangat terkenal di abad pertengahan, yang hingga saat ini masih dipandang sebagai referensi utama sastra dunia.
Selama berabad-abad banyak sekali komunikator ulung di dunia yang menjadikan inspirasi dan panduan dari karya-karyanya yang abadi. Ada sebuah buku yang berjudu “Say it Like Shakepeare” karya “Thomas Leech” seorang pakar dan konsultan Komunikasi Bisnis, sekaligus pembicara public yang terkenal di Amerika Serikat Dan uniknya lagi, dalam buku ini justru menggali lebih dalam karya-karya sang jenius sastra dan mengaplikasikan inspirasi dan karya-karya tersebut dalam dunia komunikasi baik personal maupun dalam komunikasi bisnis.
Sedangkan menurut “Stephen Covey”, justru komunikasi merupakan ketrampilan yang paling penting dalam hidup kita. Kita menghabiskan sebagian besar jam di saat kita sadar dan bangun untuk berkomunikasi. Sama halnya dengan pernafasan, komunikasi kita anggap sebagai hal yang otomatis terjadi begitu saja, sehingga kita tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya dengan efektif.
Kita tidak pernah dengan secara khusus mempelajari bagaimana menulis dengan efektif, bagaimana membaca dengan cepat dan efektif, bagaimana berbicara secara efektif, apalagi bagaimana menjadi pendengar yang baik.
Bahkan untuk yang terakhir, yaitu ketrampilan mendengar tidak pernah diajarkan atau kita pelajari dalam proses pembelajaran yang kita lakukan baik di sekolah formal maupun pendidikan informal lainnya. Bahkan menurut “Covey”, hanya sedikit orang yang pernah mengikuti pelatihan mendengar. Dan sebagaian besar pelatihan tersebut adalah ”Teknik Etika Kepribadian”, yang terpotong dari dasar karakter dan dasar hubungan yang mutlak vital bagi pemahaman kita terhadap keberadaan orang lain.
Stephen Covey menekankan konsep saling ketergantungan (Interdependency) untuk menjelaskan hubungan antar manusia. Unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan sekedar pada apa yang kita tulis atau kita katakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Jika kata-kata ataupun tulisan kita dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian), bukan dari diri kita yang paling dalam (etika karakter), orang lain akan melihat atau membaca sikap kita. Jadi, syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari fondasi Integritas pribadi yang paling kuat.

Menurut Covey ada 6 deposito utama yang dapat menambah rekening bank emosi dalam menjalin hubungan interpersonal : 1) Berusaha benar-benar mengerti orang lain; 2) Kebaikan dan sopan-santun; 3) Memenuhi komitmen dan janji; 4) Menjelaskan harapan; 5) Meminta maaf; 6) Integritas Pribadi;
Selain memiliki fondasi utama dalam membangun komunikasi yang efektif, maka kita perlu juga memperhatikan 5 (lima) Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Effective Communication) yang dikembangkan dan dirangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi itu sendiri yaitu “REACH”, yang berarti merengkuh atau meraih. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.
1. Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap hormat dan saling menghargai individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Ingatlah! Bahwa pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita bahkan harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh respect terhadap harga diri dan kebanggaan seseorang. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektivitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
Bahkan menurut “mahaguru Komunikasi” Dale Carnegie dalam bukunya “How to Win Friends and Influences People”, rahasia terbesar yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah dengan “memberikan penghargaan yang jujur dan tulus”. Seorang ahli psikologi yang sangat terkenal “William James” juga mengatakan bahwa Prinsip paling dalam pada sifat dasar manusia adalah “Kebutuhan untuk di hargai”. Dia mengatakan ini sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi (bukan harapan ataupun keinginan yang bisa ditunda atau harus tidak dipenuhi). Ini adalah suatu rasa lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan. Lebih jauh Dale Carnegie mengatakan bahwa setiap individu yang dapat memuaskan kelaparan hati ini akan menggenggam orang dalam telapak tangannya.
Charles Schwabb, salah satu orang pertama dalam sejarah perusahaan Amerika yang mendapat gaji lebih dari satu juta dollar setahun, mengatakan bahwa asset paling besar yang ia miliki adalah kemampuannya dalam membangkitkan antusiasme pada orang lain.
Dan cara membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah dengan memberi penghargaan yang tulus. Hal ini pula yang menjadi satu dari tiga rahasia Manajer satu menit dalam buku Ken Blanchard & Spencer Johnson “The One Minute Manager”.
2. Empathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Inilah yang disebut komunikasi empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi  dengan orang lain.
Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku konsumen (consumer’s behavior) merupakan keharusan. Dengan memahi perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen.
Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan menimbulkan respect atau penghargaan, dan rasa respect akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
3. Audible
Makna dari audible antara lain; dapat didengarkan atau di mengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan bali dengan baik. Maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat Bantu audio visual yan akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh penerima pesan.
4. Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi-intepretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (Trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.

5. Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pada intinya antara lain; sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran “Customer First Attitude”), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (Respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.

Stephen Covey, dalam bukunya yang sangat terkenal “The 7 Habbits of Highly Effective People”, memberi  panduan bagi kita bagaimana menjadi komunikator yang baik melalui penguasaan kebiasaan perilaku (habit) untuk menjadi manusia yang efektif, yakni;
1.      Proaktif
Menurut Covey, kehidupan kita tidak berjalan dengan sendirinya. Sebaiknya kitalah yang menentukan apa dan bagaimana hidup kita berjalan. Kita memilih apa yang terjadi. Kebahagiaan dan kesedihan merupakan pilihan. Begitu juga dengan sukses, gagal, berani, takut, mengambil keputusan, ambivalensi, dan seterusnya merupakan situasi yang kita pilih. Dengan demikian, lanjut Covey, setiap situasi menyediakan pilihan sekaligus menyediakan kesempatan yang berbeda bagi kita untuk membuat hasil yang lebih positif. Bersikap proaktif berkaitan dengan pengambilan tanggung jawab dalam hidup. Kita tidak boleh terus menerus menyalahkan orang tua atau orang lain atas apa yang menimpa kita. Manusia yang proaktif akan selalu paham bahwa mereka tidak boleh menyalahkan faktor genetika, lingkungan atau kondisi atau perilaku mereka.
Sebaiknya manusia proaktif, sikap dan perilaku mereka akan selalu terpengaruh dengan kondisi fisik. Manusia proaktif memliki kebebasan atas pilihan perilaku mereka, tak masalah apapun kondisi fisik yang dihadapi. Manusia proaktif akan selalu merasa baik walaupun cuaca tidak baik, sebaliknya manusia reaktif akan merasa tidak baik dalam cuaca yang tidak baik.
Kemampuan menentukan perilaku secara bebas yang dimiliki manusia proaktif tercermin lewat bahasa yang digunakan seperti “SAYA BISA”, “SAYA INGIN”, “SAYA LEBIH SUKA”, dan seterusnya. Sebaliknya manusia reaktif lebih memilih bahasa “SAYA TIDAK BISA”, “SAYA HARUS”, “JIKA SAYA”, dan seterusnya. Manusia reaktif ini merasa tidak bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan atau lakukan.
2.      Rencanakan sesuatu dengan tuntas dalam pikiran;
Habit nomor dua ini didasarkan pada imajinasi, yakni kemmapuan manusia untuk melihat apa yang belum terjadi. Menurut Covey, hal ini sesuai dengan prinsip bahwa sesuatu diciptakan dua kali, yakni pertama penciptaan mental dan kedua penciptaan fisik yang mengikuti penciptaan mental. Sama persis ketika seseorang membuat gedung yang sebelumnya ia membuat rancangannya.
3.      Membuat prioritas;
“Put first things first”, merupakan istilah untuk membuat prioritas. Menurut Covey, hal ini penting karena tanpa prioritas kita tidak mempunyai fokus, baik dalam tujuan, nilai, peran, dan prioritas. Apa yang harus didahulukan? Menurut Covey, hal yang utama adalah apa yang secara personal memiliki harga yang paling tinggi, yang dalam konteks Covey adalah hubungan personal (Personal Relationship).
4.      Berpikir menang-menang (win-win);
Berpikir menang-menang bukanlah untuk menyenangkan orang lain atau teknik untuk membagi keuntungan, tapi lebih merupakan karakter yang didasarkan pada Kode Etik Berinteraksi dan Bekerja sama dengan orang lain. Kebanyakan dari kita menerapkan pola pikir menang-kalah (win-lose), yakni; saya menang/untung orang lain kalah/rugi, atau sebaliknya kalau orang lain menang/untung maka saya kalah/rugi. Menurut Covey, hal ini wajar karena hidup memang penuh dengan kompetisi. Pola pikir menang-menang melihat hidup bukan kompetisi, melainkan kooperasi (bekerja sama). Maka yang dicari adalah relasi yang mutual (saling menguntungkan). Seseorang yang menerapkan pola pikir manang-menang harus memiliki Tips Karakter Vital :
1)        Integritas, yakni bertahan pada perasaan, nilai, dan komitmen yang benar;
2)        Kedewasaan, yakni mengungkapkan ide dan perasaan dengan memperhatikan ide dan perasaan orang lain; dan
3)        Kekayaan Mental, yakni kepercayaan bahwa segala sesuatu akan selalu cukup untuk dibagi pada semua orang.
5.      Memahami, bukan dipahami;
Berusahalah untuk selalu memahami orang lain, bukan sebaliknya menuntut orang lain memahami kita. Kunci untuk memahami orang lain adalah mendengarkan apa yang orang lain katakan. Mendengarkan butuh perhatian khusus, karena tidak seperti membaca dan menulis, aspek komunikasi satu ini tidak dipelajari secara khusus di sekolah. Pada sisi lain, seseorang biasanya mendengarkan adalah untuk memberi tanggapan, bukan untuk memahami.
Kita akan, mendengarkan orang lain berbicara dengan frame pikiran kita, sehingga makna keseluruhan yang disampaikan orang lain tersebut menjadi tidak diterima dengan utuh. Kita bahkan mem-filter apa yang kita dengar dengan pengalaman, minat, dan kepentingan kita.
6.      Sinergi;
Sinergi berdasarkan prinsip “dua kepala lebih baik daripada satu kepala”. Sinergi dilakukan untuk menghasilkan kerja sama yang kreaktif. Sinergi menghasilkan kebersamaan yang bisa memproduksi hasil yang lebih baik dibandingkan secara individual. Dalam sinergi kita bersikap terbuka terhadap pengaruh orang lain, karenanya perbedaaan harus dilihat sebagai kekuatan, bukan kelemahan.
7.         Memanfaatkan aset yang dimiliki;
Aset yang dimaksud Covey, adalah fisik, sosial/emosional, mental, dan spiritual. Keseluruhan aset tersebut harus secara terus-menerus diasah sehingga mendatangkan hal-hal positif secara maksimal. Untuk aset fisik, olah raga, dan istirahat. Untuk aset sosial/emosional bisa dilakukan dengan membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain. Aset mental bisa diasah dengan belajar membaca, menulis, dan mengajar. Sedangkan aset spiritual Covey menganjurkan cara mengasah dengan meditasi, ibadah, musik serta seni.

D.  KUALITAS YANG HARUS DIMILIKI SEORANG PEMBICARA
      ( PEDHARMA WACANA / DUTA DHARMA )
Secara umum, ada 13 kompetensi atau kualitas yang penting untuk dimiliki oleh seorang pembicara (termasuk Pedharma Wacana / Duta Dharma) yang lazim di sebut sebagai 13C, yaitu :
1.    Confidence: kemampuan membangun rasa percaya diri untuk melakukan presentasi secara prima.
2.    Construction: kemampuan menyusun materi pembicaraan.
3.    Credibility: kemampuan bersikap dan berperilaku secara profesional saat melakukan presentasi.
4.    Capture : kemampuan membuka sesi yang menarik perhatian hadirin.
5.    Connection: kemampuan membangun dan membina hubungan baik (rapport) dengan hadirin.
6.    Coherence: kemampuan menyusun struktur dan alur presentasi secara efisien dan efektif.
7.    Cogency: kemampuan mengisi alur presentasi dengan materi yang meyakinkan.
8.    Content: kemampuan membuat materi presentasi yang efektif dan impresif.
9.    Channel: kemampuan menggunakan media komunikasi secara optimal.
10.     Character: kemampuan menampilkan karakter melalui ekspresi wajah dan   bahasa tubuh yang menunjang presentasi.
11.     Conversation: kemampuan menyusun percakapan yang menarik.
12.     Creativity: kemampuan membangun atmosfer sesi yang kreatif yang mendukung presentasi.
13.     Conclusion: kemampuan menutup presentasi secara efisien, efektif dan impresif.




ACUAN PUSTAKA :
  1. Cangara, Hafidz, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
  2. David J Swarz, 1996, Berfikir dan berjiwa besar, Binarupa Aksara, Jakarta.
  3. Effendy, Onong Uchjana, 1992, Spektrum Komunikasi. Bandung: Penerbit Mandar Maju
  4. Effendy, Onong Uchjana, 2003, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
  5. Fiske, John, 1999, Introduction To Communication Studies. 2nd Edition. London: Guernsey Press Co Ltd
  6. Griffin, EM, 2003,  A First Look at Communication Theory, 5th Edition. USA: McGraw-Hill
  7. James K. Van Kleet. 1984, Rahasia kekuatan percakapan, Intimedia, Jakarta.
  8. Littlejohn, Stephen W. 2001. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Publishing.
  9. Littlejohn, Stephen W., 2002, Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Group
  10. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.
  11. Miller, Katherine, 2002,  Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts. USA: McGraw Hill
  12. Olii, Helena, Public Speaking, 2007. Jakarta : PT. Indeks.
  13. Ruben, Brent D, Stewart, Lea P, 2005, Communication and Human Behaviour,USA:Alyn and Bacon
  14. Sendjaja, Sasa Djuarsa,1994, Pengantar Komunikasi, Jakarta:Universitas Terbuka.
  15. Sunaryo, Djoenasih.S, 2005, Materi Pokok Public Speaking, Jakarta: Universitas Terbuka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal UAS Etika Kehumasan

KOMPONEN KONSEPTUAL KOMUNIKASI