KAPITA SELEKTA (URAIAN TEORI KRITIS) Oleh. I DA Hendrawathy Putri



    
1.    Marxis Klasik
Paham Marxisme klasik akan mengacu pada pandangan tentang teori-teori yang dikemukan oleh Karl Marx (1818-1883). Marxisme klasik dianggap sebagai paham awal yang dijelaskan oleh Marx, sebelum kemudian dikembangkan lagi oleh para pengikutnya setelah itu, yang kemudian disebut dengan Neo Marxisme.
Marx memulai teorinya ketika memunculkan karangan berjudul The Communist Manifesto tahun 1888 dan Das Kapital tahun 1909. Buku ini muncul justru setelah Marx meninggal dunia. Miller (2002;61) menjelaskan bahwa pemikiran Marx sangat dipengaruhi oleh ide-ide yang dikemukakan oleh Hegel mengenai ketegangan antara pengalaman subjektif internal dan dunia luar dengan kondisi alami dari ketegangan itu sendiri. Marx percaya bahwa dunia luar adalah sesuatu yang diciptakan manusia, kemudian mengkonstruksinya dan membuatnya terlihat seperti objektif dan terpisah dari subjektifitas individu. Proses melakukan objektifikasi dan reifikasi, terkadang justru mengesampingkan sumber-sumber yang mendasar.
Teori dari Marx (Burnell dan Morgan, 1979;281) memulai dari premis keterasingan manusia. Marx melihat bahwa masyarakat dalam hari-harinya lebih didominasi oleh pengalaman-pengalaman kemanusiaan; merefleksikan penciptaan sosial secara objektif sebagai sebuah pemaksaan keterasingan, mendominasi esensi alam dan keberadaaan. Asumsi dasar dari keterasingan manusia ini adalah individu-individu menjadi terasing ketika ada kondisi yang terstruktur yang mengambil indepedensi individu dari harapan dan kebutuhan dasarnya; masyarakat menganggap terjadinya kontrol atas prilaku manusia.
Marx lebih lanjut menegaskan bahwa kondisi keterasingan ini dalam sejarah kehidupan manusia-sejalan dengan pertumbuhan kapitalisme dan industrialisasi. Secara  khusus, Marx kemudian mengembangkan pemikirannya dari seorang yang idealis yang menekankan keteraturan dalam penciptaan dan reifikasi dunia sosial dan tekanan dialektik pada keterasingan yang muncul dari proses tersebut. Sebagai gantinya, setelah keluar dari kerangka epistemologinya, Marx lebih banyak menguraikan soal realitas dan interpretasi materialis dari dunia sosial. Inti dari pendapatnya adalah pembedaan antara substruktur dan superstruktur dari masyarakat (Miller, 2002;62).
Substruktur yang dimaksud Marx disini adalah faktor ekonomi dan produksi sebagai dasar dari masyarakat dan termasuk semua moda-moda produksi, seperti komunisme dan kapitalisme. Termasuk juga pemaknaan terhadap produksi itu sendiri. Dalam Marxisme klasik, basis ekonomi dalam masyarakat menciptakan supra-struktur (politik-ideologi dll)—hubungan-hubungan ekonomi menghasilkan fenomena-fenomena sosial, budaya dan politik yang meliputi semua hal termasuk diantaranya ideologi, kesadaran politik hingga budaya yang berhubungan dengan media.  Faktor ekonomi dasar dan perbedaan antar kelas dalam sebuah masyarakat adalah inti dari Teori Marxis Klasik. Sementara untuk aspek supra struktur adalah faktor-faktor non ekonomi seperti agama, ideologi, politik, seni, dan lainnya.
Atas dasar itu tampak bahwa ekonomi adalah dasar dari semua struktur sosial. Dalam sistem kapitalis, keuntungan mendorong produksi, suatu proses yang berakhir dengan menekan buruh atau pekerja. Tetapi, ketika buruh atau pekerja menentang kelompok-kelompok dominan, pada saat itulah cara-cara produksi dapat diubah dan kebebasan pekerja bisa dicapai (Littlejohn, 2009;69).
Dalam memandang masyarakat, dari perspektif keilmuan sosial, Marxis klasik memiliki tiga asumsi dasar yang disebutnya tiga unsur utama (Outhwaite ed., 2008;496-497).
a.       Analisis terhadap tipe masyarakat dan suksesi historisnya, sangat tergantung pada struktur ekonomi atau mode produksi sebagai penentu seluruh kehidupan sosial. Mode produksi kehidupan material akan menentukan akan menentukan karakter umum dari proses kehidupan sosial, politik, dan spiritual. Mode produksi ini didefinisikan dalam dua faktor yaitu, kekuatan produksi dan relasi produksi. Dari sinilah munculnya dua ide dasar dari teori Marxis yaitu, periodesasi sejarah (materialisme historis) dan konsep peran kelas sosial dalam membangun dan mengubah struktur sosial.
b.       Skema yang menjelaskan perubahan dari tipe suatu masyarakat ke tipe lain. Ada dua proses penting didalam ini yaitu, perubahan dilahirkan oleh kemajuan teknologi dan perubahan (transformasi) sosial adalah akibat perjuangan kelas yang sadar. Marx menegaskan bahwa dua proses tersebut saling berkaitan, karena perkembangan kekuatan produksi terkait dengan perkembangan kelas baru, dan kelas dominan yang ada akan menghalangi perkembangan selanjutnya.
c.        Analisis kapitalisme modern. Kapitalisme adalah bentuk final dari masyarakat kelas, dimana konflik antara kelas borjuis dan proletar semakin sengit seiring dengan kontradiksi ekonomi dalam kapitalisme yang menghasilkan krisis dan sosialisasi ekonomi yang dipercepat oleh perkembangan kartel dan tingkat kepercayaan.
Gagasan dari Marx kemudian mengilhami banyak pihak lain dan mengembangkannya sendiri sebagai bentuk interpretasi. Akan tetapi, jika membicarakan gagasan utama dari Marxis Klasik maka akan mengacu pada pola hubungan antar kelas dalam kaitan dengan perkembangan industrialisasi dan kapitalisme. Gagasan inilah yang kemudian memunculkan teori Materialisme Historis yang menyatakan masyarakat ditentukan secara fundamental oleh kondisi material dalam waktu tertentu. Ini berarti hubungan dimana masyarakat saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, misalnya makanan dan minuman. Inti dari pemahaman inilah yang kemudian memunculkan lima tahapan pembangunan berdasarkan kondisi-kondisi material. Pemikiran ini merupakan dialektika antara Marx sendiri dengan Friedriech Engel (Outhwaite ed., 2008;496-497). Lima tahapan tersebut adalah :
1.           Primitive Communism, sebagaimana dapat dilihat di kerjasama masyarakat suku (Cooperative Tribal Society).
2.         Slave Society, yang terbangun setelah suku-suku berubah menjadi negara kota. Disinilah para aristokrat lahir.
3.         Feudalism, yaitu dimana para aristokrat menjadi golongan yang berkuasa (ruling class), dan para pedagang mulai berubah menjadi kapitalis.
4.         Capitalism, para kapitalis menjadi golongan yang berkuasa, yang memciptakan dan mempekerjakan kelas pekerja yang sesungguhnya.
5.         Socialism (Dictatorship of the Proletariat), yaitu saat ketika para pekerja meraih kesadaran kelas (Class Consciousness), menyingkirkan para kapitalis, dan mengambil alih kendali negara.
6.         Communism, yaitu sebuah masyarakat tanpa kelas (Classless) dan tanpa negara (Stateless).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik beberapa hal penting bahwa teori Marxis Klasik memiliki tiga aspek utama yaitu :
a.       Materialisme Sejarah dan Dialektis Konsep Masyarakat .
b.       Perubahan Kelas Sosial sebagai Perjuangan kaum proletar
c.        Analisis dan Kritik Terhadap Kapatalisme.
Sementara jika dilihat dari prinsip dasar gagasan utama Marxisme Klasik adalah :
a.       Ekonomi adalah dasar dari semua struktur sosial
b.       Dalam struktur ekonomi masyarakat selalu terdapat substruktur dan supra struktur (Perbedaan kelas kaum pekerja (proletar) dan kaum pemilik modal (borjuis)).
c.        Perubahan sosial bisa terjadi karena :
                                                                           i.      Adanya perkembangan teknologi baru
                                                                          ii.      Adanya kesadaran kelompok pekerja untuk melawan struktur dari kaum pemilik modal (revolusi)
Sementara teori penting yang muncul dari gagasan Marxis klasik adalah Teori Materialisme Historis. Teori ini sendiri bisa dikelompokkan ke dalam tradisi teori kritis. Dasarnya adalah, Marx berusaha mengkritik realitas yang terjadi saat itu di Eropa yang sangat dipengaruhi oleh paham-paham fungsionalisme dan selalu mendorong pada situasi keteraturan dan harmonis. Situasi inilah yang ditentang oleh Marx sehingga teori Marx juga kerap disebut sebagai Teori Konflik.
Tokoh yang bisa disebut sebagai pengembang teori ini adalah Karl Marx sendiri, Friedrich Engel, dan Lenin di Rusia. Khusus Lenin, ia mengambil gagasan Marx sebagai sebuah pandangan filsafat yang mendasarinya untuk mengembangkan ide “kesadaran Sosialis” yang dimasukkan ke dalam kelas pekerja oleh pihak luar. Inilah yang kemudian dipakai dalam sistem ekonomi Uni Sovyet sebelum pecah. Sebelum Lenin, di Rusia terlebih dahulu dipopulerkan oleh Plenakov sebagai landasan filsafat kaum revolusioner dalam menentang munculnya kapitalisme baru.
Oleh karena itu, jika dirinci beberapa tokoh yang mengembangkan Marxis klasik adalah :
a.       Karl Marx
b.       Friedrich Engel
c.        Plekanov
d.       Lenin
e.       Stalin
f.         Mao Tse Tung (Mao Ze Dong)
g.       Louis Althuser
Para tokoh di atas (selain Marx) yang kemudian banyak mengadopsi pemikiran Marx dan menerapkannya di ranah masing-masing. Uni Sovyet yang kemudian menjadi daerah dengan tema-tema sosialis adalah bentuk utama penerapan gagasan Marx. Hal yang sama kemudian juga mengilhami pemikiran Mao Tse Tung yang menerapkannya di China sehinga muncul paham Moisme.
Maoisme menyebutkan perlunya melakukan “Sicnification of Marxism” yaitu perlunya mengadaptasikan Marxisme dalam kondisi China (Outhwaite ed., 2008;484). Konsep inilah yang menjadi tema utama kampanye Mao, yaitu pembentukan ulang ideologi, proses studi kelompok kecil dan swa kritik untuk melahirkan perubahan dalam sikap dan gaya kerja. Mao kemudian menyebutkan istilah “sentralisme demokratik”, yaitu kekuatan kontrol dari pusat. Ia menyebutnya sebagai “jalan menuju Sosialisme China.”
Pemikir lain yang juga menganut Marxis klasik adalah Louis Althuser (1918-1990). Pemikiran Althuser berasal dari Marxis dengan kecondongan Strukturalis. Gagasan utamanya adalah sikapnya yang anti humanisme. Ia menentang gagasan bahwa individu itu ada sebelum munculnya kondisi-kondisi sosial. Althuser menggambarkan masyarakat sebagai satu kesatuan struktural yang tersusun dari tingkatan-tingkatan otonom yang cara efektifitasnya sangat ditentukan oleh faktor ekonomi (Lechte, 2001;64).
Sebenarnya gagasan Marx mengilhami munculnya pemikir-pemikir lain. Akan tetapi beberapa tokoh yang konsisten dengan gagasan Marx klasik adalah sebagaimana disebut di atas. Para tokoh tersebut (sebagian adalah pemimpin politik di negaranya) memberikan pengaruh besar dalam menyebarluaskan gagasan Marx. Indonesia sendiri juga demikian, dimana tampaknya dari kuatnya gerakan paham komunis di Indonesia semasa orde lama. Pemikiran Tan Malaka dalam bukunya Madilog juga memperlihatkan gagasan Marx sebagai akar pemikirannya. Hanya saja gagasan Marxis klasik banyak dikritik oleh berbagai pihak, kendati kemudian mereka mengembangkan gagasan baru namun bersumber dari pemikiran Marx. Hal inilah yang kemudian memunculkan kaum Neo Marxis.
b.     Neo Marxis
Sebagaimana disebutkan di awal bahwa teori Marxis klasik juga mendapatkan kritik atau lebih tepatnya mengalami pengembangan dari apa yang ditegaskan oleh Marx pada mulanya. Gagasan baru inilah yang kemudian melahirkan kelompok yang disebut dengan Neo Marxis. Kelompok yang melakukan pengembangan dari karya Marx, yang memberikan perluasan pada bidang-bidang lain.
Gagasan dari para penganut Neo Marxis sebenarnya masih mengambil titik pijak dari Marx sendiri, namun kemudian mengalami pengembangan pada beberapa sisi. Ada perubahan dari bentuk orisinilnya yang sangat “deterministik”, sehingga kemudian disebut juga dengan marxisme kultural. Neo Marxisme juga mengkaji soal hubungan antara yang berkuasa dengan tidak berkuasa, akan tetapi lebih menekankan pada isu-isu yang berhubungan dengan penggunaan media, teknologi, dan praktek waktu luang umumnya (Hardt, 1992;viii).
Pemikiran Neo Marxis kemudian ada juga yang disebut penganut Mazhab Frankfurt. Tetapi, tidak semua penganut Neo marxis adalah kelompok Frankfur. Namun kelompok Frankfur sudah bisa dipastikan adalah kalangan Neo marxis. Kelompok Neo Marxis dibedakan dari Frankfurt untuk memberikan batasan dan memperlihatkan sejarah pergerakan ide-ide dari masing-masing tokohnya.
            Aspek-aspek utama
                        Hal dasar dari kalangan Neo Marxis terletak pada kritiknya terhadap pandangan Marx klasik. Yang pertama adalah soal kekuasaan. Neo marxis memfokuskan bahwa soal kekuasaan tidak hanya soal ekonomi, namun juga soal media massa, teknologi, dan kegiata lainnya. Stuart Hall adalah orang yang membicarakan soal ini. Sementara itu Korsch (1938) yang menyatakan bahwa tendensi utama dari materialisme historis tidak lagi filosofis, tapi metode ilmiah empiris.  Hal ini kemudian menjadi fokus pada neo marxis bahwa materialisme juga harus dilihat dari aspek humanisme, tidak hanya berdasarkan pendekatan empiris belaka.
                        Dana Cloud (Littlejohn, 2009;470) mengatakan bahwa popularitas dari kritik konstruksionisme sosial-alur pemikiran yang menyimbolkan pembentukan dunia kita-adalah enggan untuk berpendapat bahwa kondisi politik dan materi dikaitkan dengan teks. Materi untuk kebanyakan orang bukan lagi kondisi fisik dari dunia, tetapi juga wacana dan teks. Fokus bagi Cloud adalah kembali kepada marxis yang mendasari kondisi fisik dan ekonomi tanpa mengabaikan peran wacana yang mempengaruhi semua kondisi yang ada.
Marxis pada periode neo marxis ini terbagi menjadi dua pemikiran yaitu, Marxisme barat dan Marxisme Sovyet. Kelompok barat lebih humanis, demokratis dan emansipatoris. Penekanannya adalah pada kesadaran dan tindakan individu  dan kelompok sosial.  Kelompok Sovyet lebih menekankan pada sisi ilmiahnya, dan pada skema konseptual dan teori pengetahuan yang mendasarinya.
Paham neo marxis kemudian juga terus berkembang dan terus menunjukkan peningkatan argumennnya. Sampai sekarangpun, kelompok neo marxis dalam bentuk kajian-kajian media studies dan culture studies juga terus eksis, bahkan mempelopori kajian-kajian posmodernisme. Dengan kata lain, sulit membatasi neo marxis hanya pada tataran waktu tertentu. Ia terus berkembang hingga saat ini dan seterusnya.
Apabila dirincikan maka aspek utama kajian pada kelompok neo marxis adalah dari sisi :
§  Fokus kajian saat ini bukan hanya soal ekonomi antara yang berkuasa dan yang dikuasai, namun lebih jauh lagi adalah soal-soal perkembangan kontemporer seperti teknologi, media massa, ideologi, dan pertarungan wacana.
§  Penyelesaian masalah dengan perubahan sosial, tidak selamanya dengan perbenturan antara kaum pekerja dengan pemilik modal, namun menekankan pada bagaimana akses bisa dimasuki semua pihak dengan menggunakan pendekatan yang lebih lunak.
§  Penguasaan dari kalangan pemilik modal saat ini menggunakan pola-pola hegemoni (sebagaimana dilansir oleh Gramsci) dengan menguasai wacana-wacana publik.
§  Kajian budaya adalah aspek penting yang harus dipahami lebih lanjut, karena disini juga berlangsung hegemoni kekuasaan melalui berbagai media budaya, seperti linguistik, sastra, antropologi dan sejarah.
Prinsip-Prinsip Utama
            Dikarenakan kaum neo marxis beranjak dari pandangan dan kritik terhadap Marx, maka prinsip-prinsip dasar dalam penekanan yang dilakukan oleh penganutnya, juga tidak jauh berbeda. Hanya saja, pada beberapa hal ada prinsip-prinsip dasar yang memperlihatkan karakteristik kelompok ini.
§  Media massa adalah forum publik majemuk, dimana berbagai kekuatan berjuang untuk membentuk pengertian-pengertian populer mengenai keberadaan sosial.
§  Budaya rakyat adalah budaya tinggi yang harus diperjuangkan, sementara budaya massa adalah budaya yang dikembangkan oleh kaum kapitalis untuk melakukan hegemoni terhadap budaya rakyat.
§  Budaya populer “adalah pijakan ketika transformasi bekerja”, akan tetepi elit memang terus mendapatkan banyak keuntungan dalam perjuangan untuk mendefinisikan realitas sosial. Kelompok-kelompok tandingan harus bekerja keras untuk mengatasi upaya elit mengangkat ediologi mereka dapat gagal, dan upaya yang terencana baik untuk mempromosikan perpektif alternatif dapat berhasil, bahkan melawan rintangan-rintangan besar. Meskipun demikian, keuntungan yang dinikmati elite memungkinkan mereka untuk terus mencengkramkan kekuasaan mereka untuk jangka panjang.
§  Seseorang tidak akan menjadi teoritikus sosial yang baik kecuali secara pribadi memiliki komitmen untuk menghasilkan perubahan. Hal ini dipentingkan karena teoritikus ini biasanya membuat analisis objektif  mengenai gerakan dan budaya gerakan menjadi sulit.
§  Para elite cenderung berusaha mendapatkan keuntungan dari kegiatan budaya populer untuk mencengkeramkan kekuasaannya dalam jangka waktu yang panjang.
Asumsi Dasar
            Berdasarkan prinsip-prinsip neo marxis yang dijelaskan di atas, tampak bahwa wilayah kajian kelompok ini memang lebih cenderung melihat pada sisi kekuatan ideologi dan pengaruh media massa dalam menciptakan budaya populer. Pertarungan kuasa tidak lagi antara buruh dan majikan, namun pada soal kekuatan ideologi yang dibawa media dengan budaya rendah yang dimiliki masyarakat. Oleh karena itu asumsi-asumsi dasarnya adalah :
§  Senantiasa terjadi dominasi kelompok elite dengan menggunakan media massa.
Media massa dianggap bukan lagi wilayah yang netral. Melalui media massa lah paham-paham budaya baru diperkenalkan dan dijadikan ajang untuk melakukan hegemoni. Gramsci, Stuart Hall, O Connor adalah pemikir yang banyak membahas wilayah ini.
§  Perkembangan budaya populer adalah bentuk penguasaan gaya baru yang lebih menekankan pada pengaruh-pengaruh secara ideologis. Hal ini menjadi titik fokus karena ranah media sudah menjadikan berbagai bentuk pertukaran ideologi yang sepertinya tidak memiliki batasan yang jelas. Ahli-ahli yang bicara mengenai ini seperti Dennis Mc Quail, John Fiske, Foucoult, Derida, dan sebagainya. Banyak juga dikembangkan oleh tradisi Posmodernisme.
§  Kritik budaya bisa memunculkan tranformasi radikal dalam kelompok super struktur. Hal ini terutama ditekankan oleh Stuart Hall, Raymond William, O Connor.
§  Reformasi yang sederhana dapat menghasilkan perubahan yang lebih berguna. Hal ini untuk menegaskan bahwa beberapa konsep Marx klasik yang diadopsi oleh beberapa pemimpin besar seperti Lenin, Stalin, Mao Tse Tung, tidak selamanya harus diterapkan. Ada penyesuaian karena perkembangan teknologi dan media massa.
§  Ideologi adalah citra, konsep, dan premis yang menyediakan kerangka melalui apa kita merepresentasikan, menafsirkan, mengerti, dan memahamahi aspek keberadaan sosial. Kelompok ini banyak dikembangkan oleh kalangan posmodernisme dalam bentuk Culture Studies.
Teori-teori yang dikembangkan
            Teori yang dikembangkan dalam kelompok neo marxis sangat dinamis, dalam arti kata berkembang terus hingga era kontemporer saat ini. Pada saat sekarang lebih banyak dibahas pada sisi Culture Studies dan Media Studies. Oleh karena itu beberapa teori yang muncul seperti :
§  Teori Hegemoni dari Antonio Gramsci. Teori yang menekankan adanya proses penguasaan kepada kelompok masyarakat dari berbagai metode dan cara. Pemanfaatan media massa adalah salah satuya. Disinilah kapitalisme bermain untuk menanamkan ideologinya.
§  Teori Media Studies. Teori ini banyak dikembangkan oleh kelompok posmodernisme semacam Derida, Boudrillard, Fiske, Lyotard, Sausure, dan sebagainya.
§  Teori Genealogi Kekuasaan yang dikembangkan oleh Michel Foucoult. Teori ini menekankan pada adanya model-model penciptaan kekuasaan melalui relasi media, bahasa, dan ilmu pengetahuan.
§  Culture Studies yang juga dikembangkan oleh kelompok posmodernisme semacam Fiske, Umberto Eco, Roland Barthes dan lain sebagainya.
§  Teori Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analisys) dari Norman Fariclough ataupun dari Teun A van Dijk yang menekankan pada keharusan membongkar berbagai ideologi media massa.
Pemikir dan Penganutnya
            Pada bagian atas sebenarnya sudah disebutkan beberapa kutipan pendapat dari para ahli yang termasuk dalam kelompok neo marxis. Sebenarnya paham neo marxis ini memiliki korelasi yang kuat dengan Mazhab Franfurt. Bahkan beberapa literatur juga menyamakan antara neo marxis dengan Mazhab Frankfurt. Oleh karena itu, kutipan yang diambil dari materi ini berusaha untuk melakukan pemilahan walaupun masih ditemukan kesamaan dengan Frankfurt. Beberapa pemikir yang banyak memberikan sumbangan dalam perkembangan neo marxis adalah :
§  Stuart Hall (1982) yang banyak mengkaji soal analisis media massa dengan menentang gagasan efek terbatas dari media massa. Ia lebih cenderung mengatakan bahwa media dalam forum publik yang majemuk, merupakan ajang pertarungan berbagai kepentingan.
§  Graham Murdock (1986) memfokuskan pada pemaksaan budaya-budaya populer kepada kaum minoritas. Ini dianggap sebagai permainan kuasa yang dilakukan oleh ragam kepentingan.
§  O’Connor (1989) yan menekankan pada aspek keterlibatan teoritikus sosial dalam gerakan-gerakan radikal. Ia berasumsi bahwa perubahan sosial, harus juga didorong dengan keterlibatan aktif para teoritikus sosial tersebut.
§  Antonio Gramsci dengan teori Hegemoni juga mendasarkan diri pada pandangan neomarxis. Ia menekankan pada aspek adanya kekuatan hegemoni melalui media massa dan kajian budaya.
§  Korsch (1938) yang menyatakan bahwa tendensi utama dari materialisme historis tidak lagi filosofis, tapi metode ilmiah empiris.  Ini jelas sebuah pengembangan dari paham Marxis klasik.
§  Dana Cloud yang mengatakan bahwa popularitas dari kritik konstruksionisme sosial-alur pemikiran yang menyimbolkan pembentukan dunia kita-adalah enggan untuk berpendapat bahwa kondisi politik dan materi dikaitkan dengan teks.
§  Kalangan posmodernisme juga termasuk kelompok neomarxis yang banyak membahas kajian budaya dan media.
§  Michel Foucoult dengan konsep relasi media, bahasa dan ilmu pengetahuan sebagai alat hegemoni terhadap kelompok masyarakat.
c.      Frankfurt School
Kelompok Frankfurt School atau sering juga disebut dengan Mazhab Frankfurt. Penamaan ini didasarkan pada tempat pemikiran-pemikiran ini dikembangkan yaitu di Frankfurt. Frankfurt School  adalah cabang kedua dari tradisi teori kritik. Kelompok ini jugalah yang memunculkan istilah Critical Theory. Terdapat tiga nama besar sebagai pelopor pendirian mazhab ini yang berasal dari disiplin ilmu sosiologi dan ekonomi. Mereka adalah Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Herbert Marcuse. Ketiga orang inilah yang mengawali munculnya pemikiran-pemikiran kritis dari Frankfur School sehingga kemudian berkembang pada wilayah lain. Dalam prakteknya, Frankfurt School sebenarnya adalah Marxis sebagai sumber inspirasi (Litlejohn, 2009;70).
Dalam perkembangannya, Frankfurt School memulai dari paham-paham Marxis yang kemudian dikembangkan dalam melihat realitas sosial yang ada. Mereka melakukan kritikan tajam terhadap kapitalisme dan demokrasi liberal. Kapitalisme dipandang sebagai tahapan perubahan dalam perkembangan, yaitu sosialisme dan komunisme.
Membahas Frankfurt School berarti akan membahas teori kritis. Keduanya adalah satu rangkaian. Hal ini tak bisa dipungkiri karena tokoh-tokoh yang terlibat dalam kelompok ini adalah mereka-mereka yang disebut beraliran kiri, yaitu Walter Benyamin, Leo Lowenthal, Friedrich Pollock, Max Horkheimer, Theodor Adorno, Erich Fromm, Bruno Bettelheim, Nathan Ackerman, Otto Kichheimer, Franz Neumann, Herbert Marcuse, Hendrik Grossmann. Kelompok ini disebut dengan generasi pertama. Sementara generasi kedua adalah Juergen Habermass, Albrech Welmer, Oskar Negt, Clauss Offe, Alfred Schmidt, Klaus Eder, dan Karl Otto Apel (Beilharz, 2002;137-138).
Sebelum tahun 1930-an perhatian kelompok Frankfurt lebih cenderung pada Marxisme. Namun kemudian mulai melebarkan diri dengan menghubungkannya pada konteks budaya dan ideologi. Pembahasan ekonomi politik (sebagaimana ciri khas Marxis klasik) tidak terlalu menonjol. Pembahasan yang sering dibicarakan adalah soal tritunggal yang sering bermasalah yaitu, kapitalisme liberal, Stalinisme, dan fasisme. Inilah yang kemudian ditegaskan oleh Adorno bahwa dibalik reduksi manusia sebagai agen-agen serta pembawa nilai-nilai pertukaran, sesungguhnya terdapat dominasi manusia atas manusia (Lubis, 2006;14).
Pendirian Frankfur School sendiri oleh Horkheimer dan kawan-kawan awalnya adalah upaya untuk mengatasi determinisme ekonomi dari Marxisme ortodoks yang dianut secara membabi buta oleh Uni Sovyet. Teori Marx dilihat hanya sebagai teori sosial, sebagai produk rasionalisme barat pasca Renaisance yang berusaha untuk membebaskan manusia secara universal. Kebebasan itu diyakini bisa diperoleh dengan menggunakan rasio tanpa batas. Kehidupan sosialis diyakini bisa diraih melalui perjuangan kelas serta merombak susunan masyarakat yang berkelas serta penghapusan hak milik dan alienasi (Lubis, 2006;25). Konsep seperti inilah yang oleh Frankfur School dianggap keliru dan menyimpang dari konsep dasar Karl Marx sendiri.
Gagasan dasar Mazhab Frankfur berkutat soal masyarakat yang teradministrasi secara total atau masyarakat satu dimensi, yang intinya merupakan teori yang berupaya menjelaskan meningkatnya kekuatan kapitalisme atas berbagai aspek kehidupan sosial dan berkembangnya bentuk-bentuk baru kontrol sosial.
            Aspek-aspek Utama
                        Wilayah kajian dari teori kritis yang dikembangkan oleh Mazhab Frankfurt berkutat soal yang lebih luas dari sekedar ekonomi politik. Bahkan hal ini tidak terlalu disinggung. Justru kelompok ini banyak membicarakan soal budaya dan ideologi sebagai alat baru kekuasaan dan disitulah kapitalisme berada. Beberapa aspek yang bisa diperlihatkan disini, berdasarkan inti-inti gagasan Mazhab Frankfur generasi pertama adalah:
§  Tujuan teori kritis adalah menyadarkan manusia akan hubungannya dengan masyarakat dan adanya perbedaan antara kegiatan mereka sehari-hari dengan azas-azas yang menjadi panduan dalam kegiatan masyarakat (Hardt, 1992;196).
§  Pemikiran kritis menuntut dukungan penuh kebebasan, namun tetap pada posisi adanya penghargaan terhadap humanisme sejati.
§  Tempat penelitian komunikasi ada pada budaya ilmiah masyarakat, yang merumuskan sendiri perannya dalam memberikan wawasan tentang posisi dan fungsi komunikasi serta media dalam kehidupan masyarakat.
§  Kritik terhadap budaya massa yang dianggap sebagai bentuk kapitalisme baru dan ajang hegemoni budaya dan ideologi yang semakin menguat.
§  Media massa bukan sekedar penjumlahan keseluruhan tindakan yang digambarkan media atau pesan-pesan yang muncul dari tindakan tersebut, namun dengan memiliki warisan makna polimorfis yang sudah lama diambil alih oleh industri budaya sehingga apa yang disampaikan melahirkan pesona spektator pada berbagai level psikologisnya secara simultan.
§  Melakukan gerakan sosial politik yang dimotori kelompok kiri radikal sekaligus juga gerakan intelektual. Gerakan inilah yang dimotori oleh Adorno, Marsuche dan Horkheimer.
Berdasarkan semua itu, sebenarnya jika dikelompokkan dalam wilayah yang lebih besar, aspek kajian Mazhab Frankfur adalah :
§  Ideologi pada media untuk melakukan hegemoni
§  Penguatan kapitalisme pada budaya massa dan media
§  Pengabaian hak-hak minoritas baik secara budaya maupun secara politik
§  Kritikan terhadap pola pikir Marxisme ortodok yang berkembang di Uni Sovyet yang mengabaikan aspek humanisme dan demokrasi.
§  Bentuk-bentuk sumber keterasingan sebagai titik pangkal tercerabutnya manusia dari aspek kemanusiaan itu sendiri.
Prinsip-Prinsip
                        Prinsip-prinsip dasar akan berkaitan dengan tatanan pokok yang akan dikembangkan oleh penganut teori ini sekaligu menjadi sandaran berpikir dalam melaksanakannya. Dalam hal ini, beranjak dari pemikiran, konsep yang dikembangkan, serta dialektika yang berlangsung, Bureel dan Morgan (Miller, 2002) menempatkan prinsip-prinsip dalam teori kritis Mazhab Frankfurt dalam beberapa kelompok yaitu :
Totalitas. Gagasan bahwa pemahaman apa pun tentang masyarakat harus mencakup dalam keseluruhan dunia objektif dan subjektif yang memberi karakteristik untuk jangka waktu tertentu. Totalitas melingkupi segalanya. Ia tidak memiliki batas. Pemahaman tentang totalitas ini harus menjadi pemahaman tentang unsur-unsurnya, ketika keseluruhan itu mendominasi bagian-bagian dalam seluruh cakupannya
Kesadaran. Kekuatan yang secara ultim menciptakan dan menopang dunia sosial. Kesadaran dibangun secara internal tetapi dipengaruhi oleh bentuk-bentuk yang diasumsikan lewat proses objektivikasi dan dialektika antara dunia objektif dan subjektif.
Keterasingan. Keadaan di mana, dalam totalitas tertentu, keterjepitan kognitif muncul di antara kesadaran seseorang dan dunia sosial objektif, maka orang tersebut melihat apa hal esensial dari penciptaan kesadarannya sendiri dalam bentuk kekerasan, dominasi, realitas eksternal. Keterjepitan ini adalah keterjepitan yang disebabkan alienasi yang mencerabut seseorang dari dirinya yang sejati dan menghambat pemenuhan potensialitas dirinya sebagai manusia.
Kritik. Dalam kritik mereka tentang masyarakat kontemporer, teori kritis memfokuskan diri pada bentuk dan sumber-sumber keterasingan, yang mereka lihat sebagai penghambat kemungkinan pemenuhan kemanusiaan sejati. Beragam perangkat perspektif ini mendekatinya dengan jalan yang berbeda, pada beragam tingkatan generalitas.
Selain beberapa prinsip dasar tersebut, dalam literatur lain juga ditemukan beberapa hal penting pada teori ini yaitu :
§  Menolak perbedaan antara teori dan praktek, antara bahasa obyek dengan meta bahasa, antara fakta yang diamati dengan nilai-nilai yang diberikan.
§  Budaya modern bersifat homogen dan tanpa potensi kritis, sehingga hanya berguna untuk mempertahankan status quo semata.
§  Penggunaan metode dialektika dapat memberikan wawasan tertentu mengenai totalitas masyarakat dan mencegah isolasi fakta artifisial dan berbagai masalah. Masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang sangat dialektif.
§  Teknologi modern tidak bersifat netral, tetapi digunakan untuk menguasai rakyat.
§  Dominasi alam oleh akal (rasionalitas pencerahan) tidak terelakkan dan hal ini menuju dominasi manusia. Karena itu pencerahan tanpa disadari telah menjadi totaliter.
§  Rasionalitas teknokratis bertujuan memperkuat dominasi dan bukan membantu memerdekan individu dari dominasi.
Asumsi-asumsi Dasar
            Beberapa asumsi dasar yang melatarbelakangi kemunculan teori kritis Frankfur School ini tampak dari berbagai kritik dan gagasan para tokohnya. Beberapa aspek tersebut bisa dilihat dari penjelasan berikut ini (Lubis, 2006;29-32).
§  Teori pertentangan kelas yang begitu dominan dalam masyarakat kapitalisme tidak relevan lagi, karena jiwa revolusioner kaum proletariat telah berhasil dijinakkan dan diintegrasikan ke dalam masyarakat konsumtif. Kaum buruh tidak bisa lagi diharapkan sebagai penggerak revolusi. Ini adalah kritik terhadap teori Marx, karena itu Mazhab Frankfur menggeser perhatian pada persoalan kebudayaan.
§  Harus ada perlawanan terhadap asumsi bahwa ketundukan manusia terhadap sistem ekonomi pasar adalah bentuk irrasionalitas baru yang menempatkan manusia di bawah teori-teori dan tuntutan ekonomi. Upaya manusia melepaskan diri dari segala bentuk irrasionalitas dan mitos agama, menumbuhkan irrasionalitas baru yang lebih dahsyat dan menyeluruh.
§  Terjadinya penyimpangan dalam melihat aspek ekonomi dan manusia. Ekonomi tidak hanya diarahkan mengupayakan bagaimana memenuhi kebutuhan manusia, tetapi kebutuhan manusia dimanipulasi demi kepentingan pemasaran dan produksi. Untuk memenuhi tuntutan ekonomi pasar manusia dijinakkan dan dijadikan komoditas.
Atas dasar asumsi tersebut, yang menjadi bahan kritikan tajam para penganut Mazhab Frankfur, maka mereka membangun sebuah bangunan teori kritis. Semua asumsi yang dikembangkan kemudian beranjak dari prinsip humanisme dan perlunya penghargaan terhadap aspek kemanusiaan itu sendiri. Asumsi dasar yang kemudian dikembangkan adalah :
§  Manusia adalah makhluk yang aktif, rasional, dan memiliki potensi serta budaya sendiri-sendiri. Harus ada penghargaan terhadap aspek ini, sehingga dominasi kebudayaan harus dihilangkan karena mengancam aspek kemanusiaan itu sendiri.
§  Terjadinya berbagai kesenjangan dan ketidakadilan dalam masyarakat adalah akibat dari dominasi budaya oleh sekelompok yang dominan dalam penguasaan teknologi dan media. Mereka selalu memanfaatkan potensi tersebut untuk memperkuat kekuasaannya dan menindas kelompok grass root.
§  Pertarungan kekuasaan yang terjadi bukan lagi soal ekonomi politik, namun adalah soal ideologi dan kebudayaan. Hal ini yang harus dikritisi dan dicermati dalam masa-masa mendatang.
Teori dan Pemikirnya
            Telah disebutkan pada bagian awal bahwa kemunculan teori kritis tidak lepas dari peran besar para intelektual yang melakukan kritik terhadap teori Marxis ortodok. Teori-teori kemudian mereka kembangkan dan menjadi panutan dalam kerangka berpikir yang lebih luas. Beberapa teori yang muncul dalam tradisi ini sekaligus para pemikirnya adalah :
§  Teori Estetika (Aesthetic Theory) dari Theodor Adorno yang menekankan pada upaya memotong pereduksian seni dan pemikiran sebagai suatu industri kultural.
§  Teori Hermeneutika yang digabungkan dengan teori kritis oleh Adorno dan Horkheimer
§  Culture Studies oleh Stuart Hall yang mengatakan bahwa bentuk-bentuk budaya seperti film, TV, dan musik pop telah disingkirkan oleh pendekatan-pendekatan budaya sebelumnya.
§  Teori Feminis yang banyak dikembangkan kelompok-kelompok setelah Mazhab Frankfur seperti Sonja K Foss
§  Teori Budaya Massa dari Theodor Adorno dan Horkheimer yang menjelaskan dominasi budaya kelas tertentu kepada kelompok lainnya.
§  Teori Masyarakat Aktif oleh Juergen Habermas yang menyoroti nilai-nilai penting dari kelompok masyarakat sebagai sebuah kekuatan tersendiri yang harus diperhitungkan dengan baik.
Sebenarnya masih banyak teori-teori lain yang beranjak dari pemahaman kritis mazhab ini. Bentuk-bentuk teori posmodernisme sebenarnya juga beranjak dari pemikiran kritis. Demikian pula dengan teori konflik juga bagian dari pandangan kelompok ini.
            Buah Pikiran Juergen Habermas
                        Juergen Habermas adalah generasi kedua dari Mazhab Frankfur.Tetapi ia memegang peranan sangat penting dalam memajukan pandangan teori kritis dan perkembangan Frankfur School sendiri. Habermas sendiri awalnya adalah asisten dari Theodor Adorno.
                        Sebagaimana dipahami dari awal bahwa teori kritis yang dikembangkan oleh Mazhab Frankfur, terutama generasi pertama dilandasi oleh sinisme dan kritik terhadap kaum positivistik yang menganggap ilmu pengetahuan itu bebas nilai. Faktanya dikarenakan dominasi kaum positivistik inilah terjadinya Perang Dunia II dan pembantaian oleh Nazi di Jerman (Lubis, 2006;30).
                        Gagasan kritik yang disampaikan oleh Mazhab Frankfur, bagi sebagian kalangan dianggap menemui jalan buntu. Kritik yang mereka lakukan ternyata tidak mampu mencari jalan keluar dari keterperangkapan situasi irasional masyarakat modern. Kritik tidak bisa memberikan solusi terbaik, bahkan untuk sampai ke tingkat aplikasi dari kritik itu sendiri.
                        Kondisi inilah kemudian dijembatani oleh Habermas. Habermas kemudian berhasil melakukan rekonstruksi teori kritis dengan memasukkan komponen filsafat ilmu pengetahuan kontemporer. Ia kemudian berhasil mengukuhkan keberadaan teori kritis dengan argumentasi dan praktek secara nyata. Capaian terbesar yang kemudian banyak dipakai adalah metode penelitian teori kritis yang menganut metode riset aksi.
                        Sebuah penegasan dari Habermas adalah mengenai pentingnya rekonstruksi historis dengan maksud sistematis. Ini bisa mengatasi kebuntuan para pendahulunya dan pemikir klasik sebelumnya. Ia mengatakan bahwa proses ini bertujuan untuk menggali dan mengumpulkan kontribusi positif dari pemikir sebelumnya, mengkritisi dan memperbaiki kelemahan-kelemahan mereka, menggunakan pemikiran mereka untuk melampaui mereka sendiri (Habermas, 2007;vii).
                        Habermas berargumen bahwa positivisme menyembunyikan komitmen kepada rasionalitas teknologi dibalik kedok bebas nilai. Melalui kritik agresif atas segala bentuk non ilmiah dari teori dan semua konsepsi non teknologis dari hubungan teori dan praktek, positivisme berusaha menghilangkan segala kendala yang akan menghambat dominasi pemikiran ilmiah dan manfaat teknis yang ada padanya. Namun ini menimbulkan keberpihakan terhadap bentuk rasionalisasi yang lain dengan implikasi lebih jauh bagi organiasi masyarakat. Implikasi ini bervariasi tergantung kepada level rasionalisasi yang dihadapi (Mc Carthy, 2006;9).
                        Habermas juga mengatakan bahwa aspek bebas nilai dari positivisme hanya tampak luar saja. Suka atau tidak suka, postivisme tetap mengambil posisi sebagai partisan karena telah memilih rasionalisasi progresif. Rasionalitas ilmiah teknologis yang dimilikinya mencerminkan kepentingan tertentu, suatu cara yang khas dalam berhubungan dengan kehidupan.
Gagasan penting lainnya yang dijelaskan oleh Habermas adalah, dialektika antara potensi dan kehendak yang direfleksikan, yaitu mediasi rasional antara kemajuan teknis dengan prilaku kehidupan sosial, hanya dapat direalisasikan dengan mendasarkan proses pengambilan keputusan kepada diskusi umum dan diskusi publik yang bebas paksaan (Mc Carthy, 2006;16). Hal ini menegaskan pentingnya dialog dan penempatan posisi manusia dalam konteks kesetaraan dan keadilan. Ini konsep dasar bagi Habermas, tanpa kesetaraan dan menjunjung tinggi aspek dialogis dan argumentasi yang rasional maka dialektika tersebut tidak akan terjadi.
Pemikiran seperti ini menunjukkan bahwa Habermas sangat menentang pandangan postivistik yang linear dan objektif. Sikap dialogis adalah sikap yang subjektif dan penghargaan terhadap semua perbedaan dan karakteristik masyarakat. Habermas percaya bahwa semua komponen masyarakat, sebagai sebuah kelompok aktif, adalah komponen yang mampu dan bisa melakukan perubahan. Memandang mereka harus dari sudut pandang keterasingan yang menyebabkan mereka seperti itu. Oleh karena itu, lagi-lagi persoalan ini akan bisa diatasi dengan menerapkan metod riset aksi.
Gagasan riset aksi disebabkan oleh Habermas melihat bahwa teori tidak bisa dipisahkan dari praktek. Keduanya harus sejalan. Teori harus bisa dipraktekkan, dan dasar teori ada pada potensi dan kemampuan masyarakat itu sendiri. Inilah yang dikatakan oleh Habermas sebagai masyarakat yang komunikatif, yaitu kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan argumentasi rasional dan mampu melihat potensi serta kemampuan diri mereka sendiri.
Pemikiran terpenting Habermas tampak dari kemunculan Teori Tindakan Komunikatif (The Theory of Communicative Action), sebagai karya fenomenalnya mengenai teori kritis. Habermas menegaskan tujuan dari teori ini adalah untuk (Habemas, 2007;23) :
a.       Mengembangkan konsep rasionalitas yang tidak lagi terikat pada, dan dibatasi premis-premis subjektif filsafat modern dan teori sosial.
b.       Mengkonstruksi konsep masyarakat dua level yang mengintegrasikan dunia kehidupan dan paradigma sistem.
c.        Mensketsakan teori kritis tentang modernitas yang menganalisis dan membahas patologi-patologinya dengan suatu cara yang lebih menyarankan  adanya perubahan arah daripada pengabaian proyek pencerahan.
Ketika memunculkan teori ini, Habermas tidak menafikan pemikiran-pemikiran yang sudah digagas oleh para teoritisi sosial klasik sebelumnya, semacam Karl Marx, Max Weber, Herbert Mead, George Lukacs, Horkheimer, Theodor Adorno, dan Talcot Parson. Habermas melihat bahwa dari para pemikir ini masih banyak aspek yang bisa dipelajari dan memiliki signifikansi kekinian. Inilah yang dikatakan di atas bahwa Habermas ingin menggunakan pemikiran para tokoh tersebut untuk melampaui pemikiran mereka sendiri.
                        Dalam teori tindakan komunikatif, Habermas (2007;101) mengatakan bahwa model tindakan komunikatif tidak menyamakan tindakan dengan komunikasi. Bahasa adalah sarana komunikasi yang mencari pemahaman timbal balik, sementara aktor, yang berusaha mencapai pemahaman satu sama lain agar bisa menata tindakan-tindakan mereka, mengejar tujuan tertentu. Konsep tindakan sosial dibedakan menurut caranya menspesifikasikan koordinasi ini di antara berbagai tindakan berorientasi tujuan dari berbagai partisipan, yaitu :
a.       Sebagai kalkulasi egosentris atas manfaat yang saling mempengaruhi.
b.       Sebagai konsensus integratif tentang berbagai norma dan nilai yang ditanamkan melalui tradisi budaya dan sosialisasi
c.        Sebagai pencapaian pemahaman menurut proses penafsiran secara kooperatif
Dalam hal ini, Habermas berargumen bahwa kemampuan kita dalam berkomunikasi memiliki inti yang universal, struktur dasar dan aturan fundamental yang dikuasai seluruh subjek dalam belajar berbicara dengan suatu bahasa. Kompetensi komunikatif bukan hanya soal kemampuan memproduksi kalimat-kalimat gramatikal. Dengan berbicara, kita akan menceritakan diri kita pada dunia, pada subjek lain, tentang maksud, perasaan dan hasrat-hasrat kita.
Kata kunci bagi konsep Habermas ini tentang pencapaian pemahaman ini adalah kemungkinan dan kesempatan menggunakan alasan atau dasar demi memperoleh pengakuan intersubjektif atas klaim validitas yang dapat dikritik. Karena klaim validitas bisa dikritik maka kemungkinan untuk mengidentifikasi dan mengkoreksi kesalahan-kesalahan sangat dimungkinkan. Ini untuk menegaskan bahwa ilmu tidak pernah melakukan klaim kebenaran secara total, ia selalu terbuka untuk kritik, karena ilmu sangat subjektif.
Dalam tindakan sosial manusia, Habermas (2007;100) juga mengatakan bahwa terdapat empat konsep tindakan yang paling menentukan yaitu :
a.       Tindakan teleologis
b.       Tindakan normatif
c.        Tindakan dramaturgis
d.       Tindakan komunikatif.
Dari semua tindakan tersebut, tindakan komunikatif adalah yang sepenuhnya melibatkan bahasa sebagai media pencapaian pemahaman dalam tawar menawar tentang suatu situasi yang mesti disepakati bersama. Terjadi sebuah proses penafsiran bersama, dimana tidak ada partisipan yang memonopoli penafsiran yang tepat. Tugas interpretif adalah melibatkan penafsiran atas situasi oleh orang lain ke dalam penafsirannya sendiri sedemikian rupa sehingga definisi yang berlainan dapat dipertemukan.
Untuk itu, dalam model tindakan komunikatif, aktor-aktor sosial membekali dirinya dengan kapasitas interpretif yang sama sebagaimana penafsir sosial ilmiah. Penafsir sosial ilmiah tidak dapat mengklaim dirinya berstatus netral. Mereka harus terlibat dan partisipatif dengan objek yang diamatiya. Inilah yang kemudian disebut sebagai pendekatan partisipatif secara berperan serta. Karena itu sebagai kata kunci utama buah pikir Habermas adalah tindakan komunikatif memerlukan penafsiran yang pendekatannya rasional.
Dalam hal ini, Habermas mengemukakan ada beberapa bentuk argumentasi yang masing-masing memiliki rasionalitas yang secara implisit terdapat dalam praktek komunikasi. Bentuk-bentuk argumentasi itu antara lain:
Bentuk-Bentuk Argumentasi (Habermas)
Bentuk Argumentasi/
Dimensi Acuan
Ekspresi Problematik
Klaim Validitas
Wacana Teoritis
Instrumental kognitif
Kebenaran (truth) proposisi; efektifitas tindakan teleologis
Wacana Praktis
Praktik Moral
Kebenaran (correctness) norma tindakan
Kritik Estetis
Evaluatif
Terpenuhinya standar nilai
Kritik Teraupetik
Ekspresif
Keseriusan ungkapan
Sumber : Akhyar Yusuf Lubis, 2006;35
Pemikiran Habermas, sebagaimana disebutkan di atas merupakan refleksinya atas pemikiran pendahulunya di dalam Mazhab Frankfur. Buah pikirnya ini pula yang kemudian bisa mengkonkritkan dan mengaplikasikan pemikir kritis lainnya. Artinya, Habermas berperan penting dalam “membumikan” teori kritis menjadi sesuatu yang bermakna dan bisa mendorong ke arah perubahan sosial dengan pendekatan humanitas dan demokrasi. Aspek keberpihakan didahulukan yaitu pada objek yang diteliti, sebagai komponen yang setara dan memiliki persepsi sendiri. Tindakan komunikatif akan bisa menjembatani hal-hal tersebut. Perubahan bisa dilakukan dengan menggunakan tindakan-tindakan yang selamanya komunikatif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal UAS Etika Kehumasan

Artikel Komunikasi

KOMPONEN KONSEPTUAL KOMUNIKASI