Rangkuman : “Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Introducing Communication Theory: Analysis and Application)” Richard West & Lynn H. Turner. (BAB. VII) Oleh. I Dewa Ayu Hendrawathy Putri
Teori
Disonansi Kognitif (Cognitive Disonance Theory)—Leon Festinger
Teori
disonansi kognitif merupakan sebuah teori komunikasi yang membahas mengenai
perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan
perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah
demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut.
Menurut
Leon Festinger, Perasaan yang tidak seimbang sebagai disonansi kognitif; hal
ini merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka
sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui,
atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka
pegang” (1957, hal 4).
Konsep ini
membentuk inti dari teori disonansi kognitif, teori ini berpendapat bahwa
disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk
mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu.
Teori disonansi kognitif beranggapan bahwa dua elemen
pengetahuan merupakan hubungan yang disonan (tidak harmonis) apabila dengan
mempertimbangkan dua eleman itu sendiri pengamatan satu elemen akan mengikuti
elemen lainnya. Teori berpendapat bahwa disonansi, secara psikologis tidak
nyaman, maka akan memotivasi seseorang untuk berusaha mengurangi disonansi dan
mencapai harmonis atau keselarasan. Orang juga akan secara aktif menolak
situasi-situasi dan informasi yang sekiranya akan memunculkan disonansi dalam
berkomunikasi.
Konsep ini membentuk inti dari Teori Disonansi
Kognitif (Cognitive Dissonance Theoy—CDT) Festinger, teori yang berpendapat
bahwa disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk
mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyaman itu. Sebagaimana Roger Brown
(1965) mengatakan, dasar dari teori ini mengikuti sebuah prinsip yang cukup
sederhana: “Keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan
ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk
mencapai konsonansi. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan
(hal.584). Selanjutnya, brown menyatakan bahwa teori ini memungkinkan dua
elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain: mungkin saja
konsosnan (consonant), disonan (dissonant), atau tidak relevan (irrelevant).
Roger Brown (1965) mengatakan, dasar dari
teori ini mengikuti sebuah prinsip yang cukup sederhana ”Keadaan disonansi
kognitif dikatakan sebagai keadaam ketidaknyaman psikologis atau ketegangan
yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi”. Disonansi adalah
sebutan ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan.
Brown menyatakan teori ini memungkinkan dua elemen untuk melihat tiga hubungan
yang berbeda satu sama lain. Mungkin saja konsonan (consonant), disonansi
(dissoanant), atau tidak relevan (irrelevan).
Hubungan
konsonan (consonant relationship) ada antara dua elemen ketika dua elemen
tersebut pada posisi seimbang satu sama lain. Jika anda yakin, misalnya, jika
bahwa kesehatan dan kebugaran adalah tujuan yang penting dan anda berolahraga
sebanyak tiga sampai lima kali dalam seminggu, maka keyakinan anda mengenai
kesehatan dan perilaku anda sendiri akan memiliki hubungan yang konsonan antara
satu sama lain. Atau pada kasus kaum lesbian. Jika perilaku lesbian dan norma
agama atau sosial tidak ada pertentangan, berarti lesbian dengan norma agama
dan sosial merupakan hubungan yang konsonan.
Hubungan
disonansi (dissonant relationship) berarti bahwa elemen-elemennya tidak
seimbang satu dengan lainnya. Contoh dari hubungan disonan antarelemen adalah
seorang penganut agama yang mendukung hak perempuan untuk memilih melakukan
aborsi. Dalam kasus ini, keyakinan keagamaan orang itu berkonflik dengan
keyakinan politiknya mengenai aborsi. Atau kasus kaum lesbian, mengenai
perilakunya yang lesbi dengan konflik dengan norma agama atau sosial yang
bertentangan, membuat hubungan ini disonan.
Hubungan
tidak relevan (irrelevan relationship) ada ketika elemen-elemen tidak mengimplikasikan apa pun mengenai
satu sama lain. Pentingnya disonansi kognitif bagi peneliti komunikasi
ditunjukkan dalam pernyataan Festinger bahwa ketidaknyaman yang disebabkan oleh
disonansi akan mendorong terjadinya perubahan.
Asumsi-Asumsi
Teoritis
Asumsi dari teori disonansi kognitif
memiliki sejumlah anggapan atau asumsi dasar diantaranya adalah:
(1)
Manusia
memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya.
Teori ini menekankan sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia yang
mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi.
(2)
Disonansi
diciptakan oleh inkonsistensi biologis. Teori ini merujuk pada fakta-fakta
harus tidak konsisten secara psikologis satu dengan lainnya untuk menimbulkan
disonansi kognitif.
(3)
Disonansi
adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan suatu tindakan
dengan dampak-dampak yang tidak dapat diukur. Teori ini menekankan seseorang
yang berada dalam disonansi memberikan keadaan yang tidak nyaman, sehingga ia
akan melakukan tindakan untuk keluar dari ketidaknyamanan tersebut.
(4)
Disonansi
akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi
disonansi. Teori ini beranggapan bahwa rangsangan disonansi yang diberikan akan
memotivasi seseorang untuk keluar dari inkonsistensi tersebut dan
mengembalikannya pada konsistensi.
Konsep dan Proses Disonansi Kognitif
Ketika
teoretikus disonansi berusaha untuk melakukan prediksi seberapa banyak
ketidaknyaman atau disonansi yang dialami seseorang, mereka mengakui adanya
konsep tingkat disonansi. Tingkat disonansi (magnitude of dissonance) merujuk
kepada jumlah kuantitatif disonansi yang dialami oleh seseorang. Tingkat
disonansi akan menentukan tindakan yang akan diambil seseorang dan kognisi yang
mungkin ia gunakan untuk mengurangi disonansi. Teori CDT membedakan antara
situasi yang menghasilkan lebih banyak disonansi dan situasi yang menghasilkan
lebih sedikit disonansi.
Tingkat Disonansi.
Merujuk
kepada jumlah inkonsistensi yang dialami seseorang, ada tiga faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan seseorang (Zimbardo, Ebbsen & Maslach, 1977):
(1)
Kepentingan,
atau seberapa signifikan suatu masalah, berpengaruh terhadap tingkat disonansi
yang dirasakan.
(2)
Rasio
disonansi atau jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi yang
konsonan.
(3)
Rasionalitas
yang digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi. Faktor ini merujuk
pada alasan yang dikemukan untuk menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi
muncul. Makin banyak alasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan
yang ada, maka semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan.
Disonansi Kognitif dan Persepsi.
Teori CDT
berkaitan dengan proses pemilihan terpaan (selective exposure), pemilihan
perhatian (selective attention), pemilihan interpretasi (selective
interpretation), dan pemilihan retensi (selective retention), karena teori ini
memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi.
Proses perseptual ini merupakan dasar dari penghindaran ini.
a.
Terpaan Selektif (Selective
Exposure);
Mencari informasi yang konsisten
yang belum ada, membantu untuk mengurangi disonansi. CDT memprediksikan bahwa
orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi dan mencari
informasi yang konsisten dengan sikap dan prilaku mereka.
b. Pemilihan Perhatian (Selective Attention)
Merujuk pada melihat informasi secara konsisten begitu
konsisten itu ada. Orang memperhatikan informasi dalam lingkungannya yang
sesuai dengan sikap dan keyakinannya sementara tidak menghiraukan informasi
yang tidak konsisten.
c. Interpretasi Selektif (Selective
Interpretation)
Melibatkan
penginterpretasikan informasi yang ambigu sehingga menjadi konsisten. Dengan
menggunakan interpretasi selektif, kebanyakan orang menginterpretasikan sikap
teman dekatnya sesuai dengan sikap mereka sendiri daripada yang sebenarnya
terjadi (Bescheid & Walster, 1978).
d. Retensi Selektif (Selective Retention)
Merujuk
pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten dengan kemampuannya
yang lebih besar dibandingkan yang kita akan lakukan terhadap informasi yang
konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang kita lakukan
terhadap informasi yang tidak konsisten.
Kritik Terhadap Teori Disonansi
(1)
Teori
ini dinilai kurang memiliki kegunaan karena teori ini tidak menjelaskan secara
menyeluruh kapan dan bagaimanaseseorang akan mencoba untuk mengurangi
disonansi.
(2)
Kemungkinan
pengujian tidak sepenuhnya terdapat dalam teori ini. Kemungkinan pengujian
berarti kemampuan untuk membuktikan apakah teori tersebut benar atau salah.
Contoh Kasus :
Seseorang pembeli alat elektronik mencari informasi tentang barang yang
mereka beli, karena ingin mengetahui apa saja yang di dapat dari manfaat barang
yang akan mereka beli tersebut. Melalui iklan karena berupaya mencari penguatan
atau keputusan mereka dengan membaca iklan-iklan tentang elektronik yang telah
mereka beli.
Komentar
Posting Komentar