ARTIKEL KOMUNIKASI
ARTIKEL KOMUNIKASI
“TEORI KOMUNIKASI DALAM ANALISIS PERMASALAHAN TWO STEP FLOW OF COMMUNICATION”
Oleh
I Dewa Ayu
Hendrawathy Putri, S.Sos., M.Si.
===============================================
ANALISIS MODEL KOMUNIKASI :
TWO STEP FLOW OF COMMUNICATION
I.
PENDAHULUAN
Komunikasi
massa merupakan topik di antara banyak ilmu sosial dan hanya satu bagian dari
lingkup penelitian dari komunikasi manusia. Di bawah istilah “ilmu komunikasi”
(communication science), wilayah ini menurut Berger dan Chaffee (1987:17) adalah
ilmu yang mencoba memahami produksi, pengolahan, dan efek dari sistem simbol
dan sinyal dengan membangun teori yang dapat di uji, mengandung generalisasi
yang sah yang menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, pengolahan
dan efek.
Sebagai
tambahan, tidak ada “ilmu komunikasi” yang bebas nilai dan dapat berdiri
sendiri karena asal mula studi komunikasi berawal dari banyak disiplin ilmu dan
berbagai isu yang muncul, termasuk permasalahan ekonomi, hukum, politik, etika,
serta budaya. Studi komunikasi merupakan studi interdispliner dan mengadopsi
berbagai pendekatandan metode.
Sementara
pertanyaan yang diajukan di tingkatan berbeda sebenarnya serupa sat sama lain.
Pada praktiknya, terdapat bermacam-macam konsep berbeda yang terlibat, dan
realitas komunikasi juga sangat berbeda dari satu tingkatan ke tingkatan yang
lain (misalnya; percakapan yang terjadi antara dua anggota keluarga terjadi
berdasarkan “aturan’ yang berbeda, aturan yang mengatur siaran berita kepada
khalayak luas, acar kuis di televisi atau rantai komando dalam sebuah
organisasi pekerjaan). Untuk itulah, setiap “ilmu komunikasi” haruslah dibangun
berdasarkan beberapa teori dan bukti yang berbeda-beda, diambil dari beberapa
tradisi “disiplin” ilmu (dahulu, terutama sosiologidan psikologi, sekarang
termasuk ekonomi, sejarah, sastra, kajian film, dan lain sebagainya). Dengan
cara ini, konsep yang paling dalam dan lama akan memisahkan komunikasi
antarpribadi dengan komunikasi massa, masalah yang menyangkut kebudayaan dengan
perilaku, dan perspektif lembaga dan sejarah dari perspektif budaya atau
perilaku. Mudahnya, terdapat tiga pendekatan alternatif yang utama; struktural,
behavioral, dan kultural.
Mesin
cetak muncullah apa yang
kita kenal saat ini sebagai prototipe surat kabar yang dapat dibedakan dari
pamflet, buletin yang mulai ada sejak akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17.
Pendahulu dari surat kabar ini sepertinya adalah surat alih-alih buku, buletin
yang tersebar melalui sistem layanan pos yang terutama berisi tentang peristiwa
baru yang berkaitan dengan kegiatan perdagangan jual-beli internasional
(Raymond, 1999).
Surat
kabar dianggap sebagai bentuk inovasi yang lebih baik penemuan daripada buku
yang dicetak, yaitu penemuan bentuk literatur, sosial, dan budaya baru. Bahkan,
jika saat itu hal tersebut belum disadari. Keunggulannya adalah jika
dibandingkan dengan bentuk komunikasi budaya yang lain, terletak pada
orientasinya kepada pembaca individu dan kepada realitas, kegunaannya, sifatnya
yang sekuler, dan cocok bagi kebutuhan kelas yang baru: pelaku bisnis yang
berbasis di kota kecil. Kebaruannya bukan hanya pada teknologinya atau cara
penyebarannya, tetapi juga pada fungsinya bagi kelas tertentu dalam perubahan
iklim sosial politik yang lebih liberal.
Dengan demikian, media memperluas komunikasi manusia
dalam hal (1) produksi dan distribusi pesan (2) menerima, menyimpan dan
menggunakan kembali informasi. Produksi meliputi penciptaan pesan menggunakan
media komunikasi, sedangkan distribusi meliputi (1) transmisi, yakni memindahkan
pesan (2) reproduksi yg diikuti amplifikasi (penjelasan) pesan (3) display,
membuat pesan tampak nyata secara fisik ketika sampai ke tujuan. Studi tentang
penyiaran sebagai komunikasi massa mesti pula melihat berbagai teori tentang
efek komunikasi massa. Diantara teori yang menjelaskan hal tersebut adalah
teori stimulus-respons, teori two
step flow dan teori difusi inovasi. Disini penulis
akan fokus pada analisis dengan menggunakan model Two Stef Flow of Communication.
Sekarang masyarakat dapat menikmati tayangan-tayangan
melalui media massa; seperti, berita, hiburan, olah raga, musik, dan sebagainya baik melaui televisi,
rsurat kabar, radio maupun film. Dalam kesempatan ini penulis akan mencoba
menganalisis salah satu tayangan “Siaran Bali Terkini Radio Global FM”. Salah satu stasiun radio di Indonesia tepatnya di Pulau Bali yang mempunyai program acara wahana penyampaian opini (keluhan seputar Bali Terkini, dengan topik-topik hangat dan
terkini seperti; permasalahan seputar desa pekraman, kembalikan sistem subak (sistem irigasi di Pulau Bali) guna atasi perubahan iklim,
berdayakan puskesmas di desa-desa, permasalahan parkir yang krodit di beberapa
wilayah di Bali, tertibkan café-café liar untuk kurangi penyebaran HIV/AIDS, krama Bali (sebutan untuk masyarakat Bali) mestinya bisa kelola
peluang, “intip warung jadi objek pajak”,
kondisi jalan perjuangan Margarana “benyah
latig / rusak berat”, perlu penyuluhan antisipasi gempa, dan berbagai
masalah social terkini lainnya) adalah stasiun radio Global 99.15 FM Bali yang beralamat di lintasan Denpasar-Gilimanuk
KM 27 Tabanan Bali, PO.BOX. 152 Tabanan. Stasiun radio Global FM Bali senantiasa terkini dalam hal memberikan
informasi tentang
berbagai peristiwa yang terjadi di seputar wilayah baik kabupaten / kota di wilayah
Bali dikemas dalam satu format siaran yang
berlabel “Bali
Terkini Radio Global FM Bali”. Bali
Terkini Radio Global FM Bali disuguhkan kepada masyarakat setiap hari. Dan rangkuman atau hasil
interaktif siaran Bali Terkini juga dimuat di harian Bali Post keesokan harinya
pada halaman 17. Hanya Radio Global FM yang berani menayangkan interaktif Bali Terkini dari tayangan-tayangan lain yang sejenis.
Disadari atau tidak, peran atau pengaruh
media dalam membentuk opini terhadap suatu permasalahan yang di informasikan
itu ada dalam diri masyarakat meskipun pengaruh itu kecil. Begitu juga siaran Bali Terkini Radio
Global FM Bali sedikit
banyaknya membawa dampak tertentu bagi masyarakat dari berbagai
kalangan. Isi keluhan, informasi,
maupun saran-saran terhadap layanan umum yang ditayangkan dalam Bali Terkini Radio Global FM Bali dapat menambah wawasan pemikiran,
pembentukan persepsi dan opini atau sikap baik bagi tokoh opini maupun bagi
masyarakat.
Hal yang menarik untuk ditelusuri adalah
bahwa Siaran
Bali Terkini Radio Global FM Bali sebagai penyedia informasi terkini seputar
layanan umum, seberapa
jauh siaran atau tayangan Bali Terkini Radio Global FM Bali mampu hadir dihati pemirsa “Kawan Global” (istilah pemirsa
Radio Global FM),
terutama sebagai media untuk mendapatkan informasi yang aktual serta dalam
membentuk opini atau sikap masyarakat umumnya, pada khususnya terhadap
permasalahan yang sedang berlangsung. Dan yang menarik adalah bahwa tayangan
“Siaran Bali TerkiniRadio Global FM, tidak hanya dapat didengarkan melalui
radio, juga bisa di akses via You Tube, dan rangkuman siarannya dapat di baca
melalui harian umum “Bali Post” sehari setelah tayangan tersebut di siarkan.
Dalam hal ini penulis khusus
menganalisis terkait dengan sejauh mana peran seorang Opinion Leader (Tokoh
Opini) dalam uapaya mendiseminasikan pesan-pesan yang mereka terima melalui
media massa kepada masyarakat / khalayak seperti; Televisi, Surat Kabar, Radio
dan Film. Disini penulis fokus mengamati Siaran Bali Terkini Radio Global FM.
Permasalahan
yang dapat penulis rumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana eksistensi Siaran Bali Terkini Radio Global
FM Bali ?
2.
Bagaimana
peranan
opinion leader dalam upaya mendiseminasikan pesan-pesan yang terkandung dalam Siaran Bali Terkini Radio Global FM?
II.
PEMBAHASAN
Bidang komunikasi sekarang ini
sedang mengalami perubahan besar. Karena media teknologi baru yang memberi
banyak kemudahan bagi pengguna, konsep dasar komunikasi massa mengalami perubahan.
Teori komunikasi massa butuh penyesuaian dan beradaptasi dengan
perubahan-perubahan itu. Teori-teori yang sudah ada mungkin masih bisa dipakai,
tetapi yang lain mungkin memerlukan modifikasi untuk menyesuaikan dengan
lingkungan baru ini (Severin dan Tankard, 2005).
Terkait dengan “Peran
seorang Opinion Leader (Tokoh Opini) dalam uapaya mendiseminasikan pesan-pesan
dalam Siaran Bali Terkini Radio Global FM
melalui media massa kepada masyarakat / khalayak.”, teori Uses and Gratification dianggap tepat sebagai acuan untuk
memahaminya. Teori ini mengusulkan bahwa khalayak (pengguna) memainkan peran
dalam pemilihan dan penggunaan media. Khalayak berperan aktif dalam mengambil
bagian dalam proses komunikasi dan diorientasikan pada tujuan penggunaan media.
Menurut pencetus teori ini, Blumler
dan Katz ( 1974 ) mengutarakan bahwa
seorang pengguna media mencari sumber media yang terbaik guna memenuhi
kebutuhan mereka. Teori ini berpandangan bahwa manusia menggunakan media karena
dianggap memiliki manfaat baginya. Manusia
sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka bertanggung-jawab
dalam pemilihan media yang akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan dan
individu ini tahu kebutuhan mereka dan bagaimana memenuhinya. Media dianggap
hanya menjadi salah satu cara pemenuhan kebutuhan dan individu bisa jadi
menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Perilaku ini biasanya dipengaruhi oleh
predisposisi sosial dan psikologinya. Tentang hal ini Katz dan Blumer mengatakan sebagai berikut :
The social and psychological origins of,
Needs which generate, Expectation, The
mass media or other sources which lead to, Diffferential pattern of media
exposure (or engagement in other activities)resulting in, Need perhaps mostly
unitended ones. (Pendekatan
Uses and Gratification berhubungan dengan kebutuhan sosial dan psikologis
yang membentuk harapan pada media massa atau sumber lain yang mengakibatkan
pola terpaan media yang berlainan yang
menghasilkan kepuasan dan
konsekuensi-konsekuensi lain yang tidak diinginkan) ( Katz, Blumer, Gurevitch, 1994 ).
Blumler dan Katz ( 1974 ) mengutarakan bahwa seorang pengguna media
mencari sumber media yang terbaik guna memenuhi kebutuhan mereka. Konsep dasar yang
diteliti dari teori tersebut adalah : sumber sosial dan psikologis dari
kebutuhan, yang melahirkan, harapan-harapan, dari media massa atau
sumber-sumber lain yang menyebabkan, perbedaan pada pola terpaan media atau
keterlibatan dalam kegiatan lain, dan menghasilkan, pemenuhan kebutuhan serta, akibat-akibat, lain, bahkan
akibat-akibat yang tidak dikehendaki (dalam Rakhmat, 2000). Masyarakat memiliki tipologi kebutuhan dan
motif beraneka ragam terhadap media berdasarkan karakteristiknya sosialnya. Menurut
McQuail ( 2002 ), ada empat tipologi motivasi khalayak dalam
menggunakan media, yaitu :
1.
Diversion ; melepaskan diri dari rutinitas dan
masalah, sarana pelepasan emosi.
2.
Personal relationships;
yaitu persahabatan, dan kegunaan sosial.
3.
Personal identity;
yaitu referensi diri, eksplorasi realitas, dan penguatan nilai.
4.
Surveillance; bentuk-bentuk pencarian informasi.
Sejak dicetuskan pertama kali pendekatan ini terus mengalami
penyempurnaan oleh para ahli komunikasi melalui berbagai jenis penelitian. Walaupun
mereka menggunakan sudut pandang metodologi yang berbeda-beda, namun secara
global dapat dikatakan bahwa pendekatan Uses
and Gratification memiliki asumsi bahwa audiens dipandang aktif, memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu, tersedianya
berbagai alternatif komunikasi, dan secara sadar audien memilih saluran komunikasi dan pesan–pesan paling
memenuhi kebutuhanya (Elihu Katz, dkk,1999). Namun demikian pemikiran tersebut
jelas bahwa pendekatan Uses and
Gratification merupakan kritik dari sudut pandang teori-teori yang
terdahulu. Pada pendekatan ini audien
tidak lagi dipandang sebagai pasif, melainkan memiliki
harapan-harapan dan kebutuhan-kebutuhan. Juga dalam penggunaan media, audien memiliki
motivasi-motivasi tertentu yaitu mencari pemuasaan atas dasar kebutuhannya
terhadap media massa tersebut. Katz dan Blumer selanjutnya mengemukakan ada beberapa faktor sosial yang
menyebabkan timbulnya kebutuhan seseorang yang berhubungan dengan media, yaitu :
1.
Social situation produces tensions and conflict, leading to resure for
their easement via mass media consumption (Situasi sosial menimbulkan ketegangan dan
pertentangan, Orang berusaha melepaskan
dirinya dari hal itu dengan mengkonsumsi media massa ).
2.
Social Situation creates an awareness of problem that demand attention,
information about which may be sought in the media. (Situasi sosial
menciptakan kesadaran akan adanya masalah-masalah yang membutuhkan perhatian
dan informasi. Informasi itu dapat
dicari lewat media ).
3.
Social situation gives to rise certain values, the affirmation and
reinforcement of which is facilitated by the consumption media material (Situasi sosial memberikan dukungan dan
penguatan pada nilai-nilai tertentu melalui konsumsi media yang selaras) (
Katz, Blumer, Gurevitch, 1974 ) .
Kebutuhan kognitif menekankan pada kebutuhan akan informasi dan
pencapaian tingkat ideasional tertentu,
sedangkan kebutuhan afektif ditandai
oleh kondisi perasaan atau dinamika yang menggerakan manusia mencapai tingkat
perasaan tertentu. Sejumlah ahli media akhirnya mulai beralih dari sekedar
mengumpulkan jenis jenis kebutuhan audien kepada suatu model
penelitian baru karena dari hasil-hasil studi mereka menunjukkan jenis-jenis kebutuhan
yang sama. Dengan demikian kecenderungan penelitian tentang Uses and Gratification mulai
bergeser dan bertambah maju. Perkembangan ini diawali oleh penelitian Palmgreen dan Rayburn
pada tahun 1979, yang membedakan antara Gratification Sought (GS) dan Gratification
Obtained (GO), yaitu apa yang diharapkan audien dari media massa dengan apa yang diperolehnya dari
media tersebut. Dalam teori Uses and Gratification yang
dikembangkan oleh Palmgreen dan Rayburn,
kebutuhan atau motif yang menuntun seorang individu untuk menggunakan suatu media dipandang sebagai Gratification
Sought atau kepuasan yang dicari
atau diharapkan ( Dimmick, 1984 ).
Tetapi seperti yang di jelaskan Blumer
( 1994 ), fungsi-fungsi ini belum cukup untuk
menggambarkan seluruh fungsi yang ada. Para peneliti media massa
kemudian mencoba mengumpulkan seluas dan sebanyak mungkin daftar-daftar
kebutuhan sosial dan psikologis yang dianggap audiens sebagai terpenuhi dengan memanfaatkan media
massa. Dan setelah mengamati hasil-hasil
yang diperoleh dilapangan, ternyata terdapat jenis–jenis kebutuhan yang setiap
kali muncul walaupun sampelnya berbeda-beda. Jenis-jenis kebutuhan ini kemudian
oleh para ahli dikelompokan menjadi beberapa kelompok. Secara umum kebutuhan
yang sering disebut dan digunakan oleh para peneliti media adalah, “ Surveyllance”
(pengawasan), “Relaxation” (relaksasi), “Diversion” (pelepasan),
“Knowledge” (pengetahuan), “Entertaiment” (hiburan), dan “Interpersonal
Utility” (kegunaan pribadi) ( Palmgreen, 1981, dan Dominick, 1984 ) .
Kemudian riset lebih lanjut yang
dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan, mereka
menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media-persons
interactions sebagai
berikut :
“Diversion,
yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi; Personal
relationships,
yaitu persahabatan; kegunaan sosial; Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas;
penguatan nilai; Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi)” (dalam Junaedi, 2005). Dari
berbagai jenis kebutuhan tersebut, William
J Mc
Guire ( dalam Muchati 1972 ) kemudian mengelompokan jenis-jenis kebutuhan
tersebut menjadi 2 dimensi, yaitu kebutuhan yang bersifat afektif (yang berkaitan dengan
perasaan) dan kebutuhan kognitif (yang
berkaitan dengan pengetahuan). Mengenai kebutuhan kognitif dan afektif Nurudin
menjelaskan, kebutuhan kognitif adalah kebutuhan yang berkaitan dengan
peneguhan informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan
ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga
memuaskan rasa penasaran dan dorongan untuk penyelidikan kita. Kebutuhan
afektif adalah kebutuhan yang berkaitan yang berkaitan dengan peneguhan
pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional ( Nurudin,
2007 ).
Menurut survey yang dilakukan Radio Prambors pada tahun 1991 tentang
gaya hidup para remaja kelas menengah atas di Jakarta yang merupakan segmen
audiens radio tersebut. Survei dilakukan terhadap 209 remaja kelas menengah ke
atas berusia 17-20 tahun yang bersekolah di sekola-sekolah unggulan di Jakarta
dengan strata social ekonomi seperti; minimum memiliki dua kendaraan sedan
keluaran lima tahun terkahir dan mempunyai uang saku minimal Rp. 150.000,00.
Penelitian ini menggunakan konsep AIO (activity, Interest, dan opinion) yang
dipopulerkan oleh Joseph Plummer (1974). Dari hasil survey tersebut di atas
berhasil dipetakan enam segmen gaya hidup remaja menengah ke atas di Jakarta,
yaitu; 1) hura-hura (9%); 2) hedonis, yaitu mencari kenikmatan inderawi (2%);
3) rumahan (23%); 4) sportif (21%); 5) kebanyakan (30%); 6) lain-lain (hingga 15%), ( Morissan,
2008:178-179).
Kemudian dari teori Utilitarian
memandang individu sebagai orang yang memperlakukan
setiap situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau
keterampilan baru yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam konsep ini hidup dipandang suatu
medan yang penuh tantangan, tetapi yang
juga dapat diatasi dengan media massa. Komunikasi massa dapat memberikan
informasi, pengetahuan dan keterampilan. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan
oleh media massa. Pada saat yang sama, kebutuhan ini dapat dipuaskan oleh
sumber-sumber lain selain media massa. Kita ingin mencari kesenangan, media
massa dapat memberikan hiburan. Kita
mengalami goncangan batin, media massa memberikan kesempatan untuk melarikan
diri dari kenyataan. Kita kesepian, dan media massa berfungsi sebagai sahabat.
Tentu saja, hiburan, ketenangan, dan persahabatan dapat juga diperoleh dari sumber-sumber lain seperti kawan, hobi,
atau tempat ibadat ( Rakhmat, 2000 ).
Menurut Steven M. Chaffe
(dalam Rahmat, 2004) efek media massa akan menyebabkan perubahan yang terjadi
pada diri khalayak, seperti penerimaan informasi, perubahan perasaan atau
sikap, dan perubahan perilaku (dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif
dan behavioral).
Berdasarkan
uraian teroritis diatas, adapun konsep-konsep dalam analisis ini sebagai
berikut :
A. Opinon
Leader (Tokoh Opini)
Opinion Leader adalah
orang yang memiliki kemampuan mempengaruhi sikap atau perilaku seseorang secara
informal sesuai dengan kehendak si pemimpin melalui hubungan sosial yang telah
dibinanya.
Proses komunikasi massa (menurut model
yang pernah dijelaskan sebelumnya) banyak dibantu oleh Opinion Leader dalam hal
penyebarluasan pengaruh media massanya.
Pemuka pendapat adalah orang yang memiliki akses terbesar
terhadap media, dan memiliki pemahaman yang lebih tinggi terhadap konten media.
Merekalah yang kemudian menjelaskan dan menyebarkan konten tersebut kepada
orang-orang lain. Mereka berfungsi sebagai penjaga gawang (gate keepers) atas
pesan media. Dari sini, pesan media diteruskan kepada anggota massa audiens
lainnya (tahap yang kedua), sehingga pesan-pesan media akhirnya mencapai
seluruh penduduk.
Para opinion leaders dan pengikutnya (followers) secara
keseluruhan adalah massa audiens. Pada umumnya, opini leaders lebih banyak
bersentuhan dengan media massa ketimbang para followers. Karena posisinya,
opinion leaders mempunyai pengaruh terhadap followers. Atas peran para
leaders-lah, pelan-pelan media memperoleh efek-efek yang kuat.
Tanpa opinion leaders, walaupun pesan-pesan media sampai
kepada massa audiens secara langsung, komunikasi cenderung tidak efektif. Pada
tahap kedua ini, yang terjadi adalah komunikasi antarpribadi.
Opinion leader tidak harus merupakan pemimpin dengan
otoritas resmi di masyarakat (presiden, menteri, gubernur, walikota, dan
sebagainya). Tetapi orang-orang yang dekat dan dipercaya oleh warga. Pemuka
pendapat bisa merupakan orangtua, suami/istri, kakak, pacar, sahabat dekat,
guru sekolah, pedagang sekitar, dan sebagainya. Walaupun tentu saja tidak semua
orang bisa menjadi pemimpin opini.
Karakteristik Opinion
Leader
1)
Lebih tinggi tingkat
pendidikan formalnya dibandingkan dengan anggota masyarakat.
2)
Lebih tinggi status
sosial ekonominya.
3)
Lebih inovatif dalam
menerima atau mengadopsi ide baru.
4)
Lebih tinggi pengenalan
medianya (media expossure)
5)
Kemampuan emphaty
mereka lebih besar
B.
Siaran
Bali Terkini Radio Global FM
Siaran adalah suatu
produk yang sangat potensial untuk digunakan untuk tujuan-tujuan ideal dan
pragmatis. “Penyiaran
radio” adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan informasi
dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan. Siaran, baik radio maupun televisi, berkembang menjadi
mata dagangan / komoditi dengan sasaran khalayak sebagai konsumen.
Penyiaran sebagai
penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum (public opinion), perannya
semakin strategis, terutama dalam mengembangkan kehidupan demokratis.
Penyelenggaraan penyiaran tentunya tidak terlepas dari kaidah-kaidah umum
penyelenggaraan telekomunikasi yang berlaku secara universal. Penyiaran mempunyai
kaitan erat dengan spectrum frekuensi radio dan orbit satelit geostasioner yang merupakan sumber daya
alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan
efisien.
Menurut UU No. 32 Tahun
2002, kata “Siaran” merupakan padanan dari kata “broadcast” dalam bahasa Inggris. Undang-Undang Penyiaran
memberikan pengertian “Siaran” sebagai pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk
suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafs, karakter, baik
yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangak
penerima siaran. Sementara “Penyiaran” yang merupakan padanan kata “broadcasting” adalah kegiatan
pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan / atau sarana transmisi di
darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spectrum frekuensi radio
(sinyal radio) yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang merambat melalui
udara, kabel dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan
bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Dengan
demikian, menurut definisi di atas maka terdapat lima syarat mutlak yang harus
dipenuhi untuk dapat terjadinya penyiaran, jika salah satu syarat tidak ada
maka tidak layak disebut penyiaran. Kelima syarat itu jika di urut berdasarkan
apa yang pertama kali harus diadakan adalah sebagai berikut; (1) Harus tersedia spectrum frekuensi radio (sinyal radio);
(2) Harus ada sara pemancaran /
transmisi; (3) Harus adanya perangkat penerima siaran (receiver); (3) Harus
adanya siaran (program atau acara); (4) Harus dapat diterima secara serentak/bersamaan.
“Penyiaran radio”
adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan informasi dalam
bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan.
“Pringle-Starr-McCavitt” ( 1991 ),
menjelaskan bahwa :”the programming of
most stations is dominatef by one principal content element or sound, known as
format” (program sebagian besar stasiun radio didominasi oleh satu elemen
isi atau suara yang utama yang dikenal dengan format). Setiap program siaran
harus mengacu pada pilihan format siaran tertentu seiring makin banyaknya
stasiun penyiaran dan makin tersegmennya audiens. Format siaran diwujudkan
dalam bentuk prinsip-prinsip dasar tentang apa, untuk siapa, dan bagaimana
proses pengolahan suatu siaran hingga dapat diterima audiens.
Siaran interaktif adalah keterampilan
memadukan dua atau lebih pengisi siaran dari lokasi yang berbeda dalam
kesempatan siaran bersama. Siaran interaktif merupakan siaran yang melibatkan
pendengan sebagai “penyiar” tamu melalui telepon kabel secara langsung (live).
Tujuan siaran interaktif adalah: (1)
memperkaya kreativitas teknik pelayanan pendengar; (2) memperkaya kreativitas
penyajian materi siaran; (3) memperkaya kreativitas teknologi audio siaran.
Menurut Poerbojopoetro dan Moeryanto Ginting menyebutkan fungsi siaran-siaran
interaktif adalah; (1) sebagai alat ukur sampai di mana siaran bisa diikuti,
dipahami, dan menggugah keaktifan pendengar; (2) sebagai sumber otentik untuk
mengetahui, mendapatkan gambaran kebutuhan, dan masalah yang dihadapi
pendengar; (3) sebagai saluran untuk melibatkan pendengar dan menumbuhkan
keakraban (sense of belonging), (dalam Masduki, 2004:97).
Siaran interaktif
biasanya diarahkan oleh seorang pemandu acara (host) bersama satu atau lebih
narasumber untuk membahas sebuah topic yang sudah dirancang sebelumnya. Ada
tiga bentuk program siaran interaktif (perbincangan) yang banyak digunakan
stasiun radio adalah : (1) One-on-One-Show,
yaitu bentuk perbincangan (interaktif) saat penyiar (pewawancara) dan
narasumber mendiskusikan suatu topic dengan dua posisi mikrofon terpisah di
ruang studio yang sama; (2) Paneel
Discussion, pewawancara (host) sebagai moderator hadir bersama narasumber;
(3) Call in Show, program interaktif
ini yang hanya melibatkan telepon dari pendengar. Topic ditentukan lebih dahulu
oleh penyiar di studio, diberikan contoh berdasarkan pengalaman penyiar,
kemudian pendengar diminta untuk memberikan respons berdasarkan pengalaman
masing-masing ke stasiun radio via “On-air”.
Tidak semua respons audien layak disiarkan sehingga perlu petugas penyeleksi
telepon masuk sebelum diudarakan, (Morissan, 2008:227).
Terkait dengan bentuk
siaran interaktif tersebut, stasiun radio Global FM juga menggunakan
semua bentuk format siaran interaktif tersebut. Namun, dalam hal ini peneliti
lebih spesifik akan menguraikan hanya bentuk siaran “Call in Show” saja mengingat siaran Bali Terkini Radio Global FM
masuk kategori “Call in Show”.
Seiring derasnya laju perkembangan teknologi,
siaran interaktif Bali Terkini
Radio Global FM tidak hanya menggunakan media telepon saja, namun sudah
memanfaatkan teknologi prospektif lainnya seperti; Hp, sms, e-mail, live-chart-room, facebook, tweeter, dan sudah
menggunakan streaming-net radio
sehingga siaran-siaran Radio Global FM sudah bisa diakses melalui layanan
Youtube.
C.
Radio
Sejarah
ditemukannya radio dimulai di Inggris dan Amerika serikat. Donald McNicol dalam
bukunya “Radio’s Conguest of Space”
menyatakan bahwa terkalahkannya ruang angkasa oleh radio dimulai tahun 1802
oleh “Dane”, yaitu dengan ditemukannya suatu pesan dalam jarak pendek dengan
menggunakan alat sederhana berupa kawat beraliran listrik. Penemuan berikutnya
adalah oleh 3 orang cendikiawan muda, diantaranya “James Maxwell” berkebangsaan Inggris pada tahun 1865. Ia dijuluki “Scientific Father of Wireless”, karena
berhasil menemukan rumus-rumus yang diduga mewujudkan gelombang
elektromagnetik, yakni gelombang yang digunakan radio dan televisi.
Radio
mendapat julukan sebagai “The Fifth
Estate” (Kekuasaan Kelima), setelah surat kabar (pers) yang dianggap
sebagai kekuasaan keempat (the fourth estate). Dibandingkan dengan televisi,
televisi lebih sempuran daripada radio, karena kalau radio sifatnya “auditif”
(hanya dapat didengar), maka televisi selain “auditif”, juga “visual” (dapat
dilihat). Tetapi meskipun televisi melebihi radio dan umurnya sudah cukup tua
sampai sekarang pernah dijuluki “the
sixth estate”.
Itulah
sebabnya kalau suatu negara mengalami revolusi atau kudeta pemberontakan, maka
yang pertama dikuasai adalah radio. Radio yang digunakan sebagai alat atau
media komunikasi massa (broadcasting) mula-mula diperkenalkan oleh “David
Sarnoff” pada tahun 1915. Kemudian “Le De Forrest” melalui eksperimen siaran
radionya telah menyiarkan kampanye pemilihan Presiden Amerika serikat tahun
1916, sehingga ia dikenal sebagai pelopor Radio Siaran.
Sebagai bagian dari media penyiaran
elektronik radio memiliki fungsi yang sama dengan media massa lainnya, yaitu :
1.
Fungsi mendidik
Sebagai
sarana pendidikan massa (mass education), radio memuat siaran atau tayangan
yang mengandung unsur pengetahuan, sehingga khalayak pendengar bertambah
pengetahuan serta wawasannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implicit dalam
bentuk berita, dapat juga secara ekplisit dalam bentuk program tayangan yang
diformat untuk mengedukasi khalayak misalnya; talk show, reality show, dan
lain-lain.
2.
Fungsi menginformasikan
Menyiarkan
informasi adalah fungsi media radio. Khalayak pendengar akan menyimak dan
menyaksikan tayangan yang disajikan karena mereka memerlukan informasi mengenai
berbagai hal di bumi ini; mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran
orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain, dan
lain sebagainya.
3.
Fungsi menghibur
Selain
menayangkan berita, hal-hal yang bersifat hiburan merupakan ciri khas dari
tayangan yang disajikan oleh media radio, misalnya; musik
(seperti; adult contemporary, album oriental rock, classical, country, jazz,
nostalgia, oldies, beautiful music, dangdut, balinesse music), drama, arja,
infotainment radio dan lain sebagainya.
4.
Fungsi mempromosikan
Sebagai
sarana promosi media radio merupakan media promosi yang dewasa ini sangat
disenangi oleh instansi, lembaga pendidikan, pengusaha yang menjual barang
maupun jasa. Dan tayangan promosi biasanya dikemas menarik dank has dalam
format iklan komersil / niaga.
5.
Fungsi menjadi agen perubahan
Sebagai
sarana untuk mempengaruhi sikap dan perilaku rakyat. Dan format siaran biasanya
dalam bentuk interaktif (on air maupun off air), talk show (live di studio
maupun on air). Misalnya siaran Bali Terkini Radio Global FM telah ikut andil
dalam upaya menjadi agen perubahan.
6.
Fungsi melakukan kontrol sosial
Siaran
media radio dapat memusatkan perhatian rakyat pada program-program yang sedang
digalakkan oleh pemerintah, sehingga dapat menggalang dukungan sosial bagi
pelaksanaan program-program tersebut. Tentu saja dalam hal ini peran seorang
pemuka pendapat (opinion leader) lebih mendominasi.
7.
Fungsi mentransfer nilai-nilai
budaya
Media
radio juga berfungsi sebagai wahana untuk mensosialisasikan norma-norma sosial,
pemahaman ajaran agama Hindu, nilai-nilai luhur bangsa, kearifan local budaya
Bali, maupun nilai-nilai baru yang akan diperkenalkan kepada masyarakat.
Misalnya; nilai-nilai dan norma baru keluarga, yaitu Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera (NKKBS), program Bali Mandara, Keep Bali Clean and Green, kampanye
mengurangi penggunaan plastic dengan formula 3R (re-use, re-duce, re-cycle),
sosialisasi trans SARBAGITA, mari kembalikan fungsi subak untuk selamatkan bumi
dari perubahan iklim, dan sebagainya.
Pada stasiun penyiaran radio terdapat beberapa format,
misalnya radio anak-anak, remaja, muda, dewasa, dan tua. Berdasarkan profesi,
perilaku, atau gaya hidup ada radio berformat; professional, intelektual,
petani, buruh, mahasiswa, nelayan, dan sebagainya (Morissan, 2008:221).
D.
Opini
Masyarakat
Untuk
memberikan pengertian opini publik perlu dijelaskan terlebih dahulu hakikat
dari opini dan publik. Albig (dalam Meinanda, 1980 : 29) menyatakan bahwa opini adalah suatu
pernyataan mengenai sesuatu yang sifatnya bertentangan. Opini merupakan expressed
statement yang biasa diucapkan dengan kata-kata isyarat atau cara lain yang
lain mengandung arti dan dapat dipahami maksudnya.
Subyek dari suatu opini
biasanya masalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang
mempunyai rasa ragu ragu tentang sesuatu, yang lain dari kebiasan,
ketidakcocokan, dan adanya perubahan penilaian. Unsur unsur ini mendorong orang
untuk saling mempertentangkannya ( Albiq
dalam Sunarjo, 1984 :31).
Dengan
demikian pengertian opini atau pendapat mempunyai dua unsur yaitu : (1) Adanya pernyataan, (2) Mengenai masalah yang bertentangan.
Opini atau pendapat itu dapat
dinyatakan melalui media massa seperti; Televisi, Radio, maupun Suratkabar
atau Majalah. Opini ini dikemukakan oleh berbagai kalangan dari berbagai
kalangan. Karena itu opini mempunyai ciri ciri : (1) Selalu diketahui dari
pernyataan pernyataan; (2) Merupakan sinthesa atau kesatuan dari banyak
pendapat; (3) Mempunyai pendukung dalam jumlah besar.
Selanjutnya pengertian publik menurut Soekamto dalam Sunarjo (1984 :19) adalah kelompok yang tidak
merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui media
komunikasi misalnya pembicaraan secara pribadi, desas desus, melalui media
komunikasi massa misalnya surat kabar, radio, televisi dan sebagainya.
Publik menaruh minat pada persoalan
atau kepentingan yang sama, mereka terlibat dalam suatu pertukaran pemikiran
untuk mencari penyelesaian atau kepuasan atas persoalan itu ( Hartono dalam Rousydy, 1985 :314 ). Menurut
Schramm dalam Sunarjo dan Sunarjo ( 1981
: 2) yang menyebabkan timbulnya publik adalah : (1) Sebagai respons
terhadap suatu masalah; (2) Adanya perhatian dan minat terhadap sesuatu hal
yang umum sifatnya dan menyangkut kepentingan umum pula.
Secara singkat Blumer dalam Sastropoetro (1990 : 108 ) mengemukakan ciri ciri
publik sebagai berikut : (1) Dikonfrontasi / dihadapkan kepada sesuatu issu;
(2) Terlihat dalam diskusi mengenai issu tersebut; (3) Memiliki perbedaan
pendapat tentang cara mengatasi issu.
Sedangkan Iris dan Protho (1965) dalam bukunya : The Politics Of Opini adalah “ The Ekspression Of Attitude On A Social
Issue “. Lebih lanjut Irish dan
Protho dalam Susanto (1985 :90) menyatakan : suatu pendapat harus
dinyatakan terlebih dahulu agar dapat dinilai sebagai pendapat atau opini
publik. Sebab menurut mereka sesuatu yang belum dinyatakan belum bisa disebut
opini karena belum mengalami proses komunikasi, melainkan masih merupakan suatu
proses dalam diri manusia, masih merupakan sikap.
Dengan demikian, opini public /
masyarakat merupakan pendapat yang
ditimbulkan oleh adanya unsur unsur sebagai berikut : (1) Adanya masalah atau
situasi yang bersifat kontroversial yang menimbulkan kontra; (2) Adanya publik
yang terikat kepada masalah tersebut dan berusaha memberikan pendapatnya
Selanjutnya berdasarkan uraian konsep inilah, penulis akan
menguraikan permasalahan peran seorang Opinion
Leader (Tokoh Opini) dalam uapaya mendiseminasikan pesan-pesan dalam Siaran
Bali Terkini Radio Global FM melalui
media massa kepada masyarakat / khalayak.
Adapun teori yang akan digunakan dalam
pengamatan /analisis ini adalah sebagai berikut:
1.
Teori Komunikasi
Komunikasi
merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia sejak dahulu hingga
sekarang. Komunikasi pada hakekatnya merupakan pernyataan antara manusia.
Menurut Effendy ( 1992 : 28 ) pernyataan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang yang dinyatakan
kepada orang lainnya dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
Istilah
komunikasi dalam bahasa Inggris disebut “communication” yang berasal
dari bahasa latin “communicatio”
yang bersumber dari kata “communis” yang artinya sama, maksudnya
memiliki makna yang sama. Sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan
dengan manusia yang lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan
ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu itu memaksa
manusia untuk berkomunikasi.
Jadi
komunikasi berlangsung apabila orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan
makna, mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Proses itu kemudian
mennimbulkan suatu dampak yang berarti efek, dimana proses penyamaan makna
tersebut menggunakan media sebagai perantaranya. Banyak pakar menilai
bahwa komunikasi adalah kebutuhan yang sangat fundamental bagi seorang dalam
hidup bermasyarakat.
Menurut
Hovland ( dalam Arifin, 1988 : 25 ) menyatakan komunikasi adalah proses dimana
seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang-lambang dalam
bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain. Sejalan dengan
pengertian tersebut Effendy ( 1992 : 8 ) mengemukakan, komunikasi
adalah proses penyampaian lambang-lambang yang bermakna bagi kedua belah pihak.
Kemudian menurut De Vito (
dalam Effendy, 1990 : 5 ) komunikasi adalah
kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih yakni kegiatan menyampaikan dan
menerima pesan untuk memberi tahu apakah mengubah sikap, pendapat atau perilaku
baik langsung secara lisan maupun tidak langsung secara tulisan.
Dari
definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan komunikasi
merupakan proses penyampaian atau pengoperan lambang-lambang dalam bentuk
informasi, hal itu mengingat bahwa kunci dari komunikai adalah informasi.
Satu hal perlu diketahui bahwa sistem
seperti itu tidak akan lebih kuat daripada mata rantai yang terlemah. Dalam
satu tahap akan “terdapat penyaringan”
atau perubahan. Jika sumber tidak mempunyai informasi yang setara dan terang,
jika pesan tidak di code dengan sempurna, teliti dan efektif kedalam isyarat
yang dapat dioperkan, jika pesan itu tidak dioperkan dengan cukup cepat dan
teliti, kendati menghadapi interferensi dan kompetisi kepada sasaran yang
dituju. Jika pesan tidak di code kedalam pola yang sesuai dengan akhirnya jika
sasaran tidak dapat mengcode maka tidak akan dapat menimbulkan tanggapan sesuai
yang diinginkan.
2. Teori Komunikasi Massa
Teori stimulus-respons
(S-R theory) merupakan teori komunikasi massa yang paling tua dan paling dasar
yang lahir menjelang Perang Dunia I dan terus digunakan hingga usai Perang
Dunia II selalu menggambarkan proses berjalannya pesan secara satu arah (linear)
atau one way direction. Pada
masa itu teori S-R ini sering digunakan
untuk melancarkan aktivitas propaganda khususnya melalui radio (pada masa itu
belum ada televise) misalnya; upaya propaganda pemerintahan Nazi yang dipimpin
oleh Hitler, ternyata sangat ampuh untuk mendapatkan dukungan rakyat luas
sehingga mendorong pemerintah Nazi Jerman mengobarkan Perang Dunia. Teori S-R
ini memiliki banyak “julukan” seperti “teori jarum hipodermik” dan “teori
peluru”.
Sedangkan Harold D.
Lasswell ( Effendy, 1990 : 10 ) mendefinisikan komunikasi dengan mencoba menjawab beberapa unsur berikut ini : “who,
says, what, in which channel, to whom, with what effect”. Ini berarti bahwa
komunikasi dalam prosesnya meliputi lima unsur, yaitu : adanya komunikator
(penyampai pesan), pesan, media (sarana penyampai pesan), komunikasi (penerima
pesan), effek (umpan balik sebagai reaksi komunikan terhadap pesan yang
disampaikan).
Menurut Freidow ( dalam
Rakhmat, 1993 : 188 ) komunikasi dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai
kelompok, dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus
populasi. Komunikasi juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat
khusus untuk menyampaikan informasi agar komunikasi itu dapat mencapai pada
saat yang sama semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat.
Sedangkan menurut
Effendy ( 1993 : 79 ) komunikasi melalui media massa modern yang meliputi surat
kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang
ditujukan kepada umum, film yang dipertunjukkan di gedung bioskop. Dan sebagai
salah satu bentuk atau proses komunikasi, komunikasi massa mempunyai fungsi
sebagai berikut : menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to
entertaint), mempengaruhi (to influence) (
Effendy, 1993 : 31 ).
Sementara pengguna
media itu sendiri adalah orang-orang yang berpikiran rasional yang secara aktif
memilih media mana yang mereka anggap dapat memuaskan kebutuhan yang mereka
ingin dapatkan. Ada beberapa katagori kebutuhan individu, yang semuanya berasal
dari fungsi sosial dan psikologi dari media, kategori ini antara lain menurut
Katz Hass dan Gurevitch ( Marshall, Jr, 2000 ) yakni:
1.
Kebutuhan kognitif;
kebutuhan akan informasi,pengetahuan,dan pengertian tentang lingkungan sekitar.
2.
Kebutuhan afektif :
kebutuhan untuk memperkuat pengalaman akan emosi,kesenangan,atau pengalaman
keindahan.
3.
Kebutuhan integrative
personal : memperkuat kredibilitas, kepercayaan diri,kesetian, dan status
pribadi.
4.
Kebutuhan interaksi
sosial : memperkuat hubungan dengan keluarga, teman, dengan alam sekitar.
5.
Kebutuhan akan pelarian
: hasrat melarikan diri dari kenyataan, melepaskan ketegangan, kebutuhan akan
hiburan.Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dicapai dengan dua cara, yaitu:
(1) Pemenuhan kebutuhan yang didapatkan dengan cara mengakses/menggunakan media
yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan (2) Pemenuhan kebutuhan didapatkan
dengan cara mempelajari isi informasi dalam media yang kemudian diterapkan
dalam praktek.
6.
Sejalan dengan hal
tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengguna media secara umum adalah untuk
memenuhi kebutuhan informasi, hiburan dan intraksi sosial.
3. Model
Komunikasi Massa Dua Tahap (Two Step Flow Communication)
Model ini pengembangan
dari model jarum hipodermik, namun model ini ternyata menemukan hal yang
mengjutkan dimana pengaruh media ternyata kecil sekali. Khalayak lebiha banyak
di pengaruhi oleh hubungan antar pribadi, dalam menentukan keutusan yang
terkait dengan pesan media massa. Model ini juga melahirkan konsep opinin leader
sebagai penyebarluas pengaruh media massa.
Model ini dikembangkan pada tahun 1940-an oleh Paul
Lazarsfeld dkk, dalam kasus pemilihan Presiden Amerika. Tidak seperti teori
Peluru Ajaib, yang menganggap dampak media bersifat langsung, model aliran
dua-tahap menekankan peran manusia perantara (human agency) atau tokoh-tokoh
pemuka pendapat (opinion leader).
Temuan Lazarsfeld menunjukkan, peran media massa justru
sangat kecil dalam mempengaruhi opini publik. Media massa hanya berhasil dalam
menyampaikan atau meneruskan informasi atau pengetahuan dasar, namun sangat
kurang efektif dalam mengubah sikap dan perilaku. Yang lebih besar perannya
justru adalah para pemuka pendapat (opinion leaders) sebagai perantara. Temuan
ini pun membuyarkan teori Jarum Suntik.
Model aliran dua-tahap ini intinya menyatakan, pesan-pesan
media tidak seluruhnya mencapai massa audiens secara langsung. Sebagian besar
pesan-pesan itu malah berlangsung dua tahap. Tahap pertama, dari media massa
kepada orang-orang tertentu di antara massa audiens, atau kalangan yang kita
sebut pemuka pendapat (opinion leaders).
Model
ini berlangsung :
1)
Tahap pertama, dari
sumber informasi ke Opinion Leader. Tahap ini merupakan proses pengalihan
informasi.
2)
Tahap kedua, Opinion
Leader melanjutkan informasi ke masyarakat. Tahap ini merupakan tahap
penyerbarluasan pengaruh.
Everett M. Rogers dan Floyd G. Shoemaker
mengemukakan bahwa Teori Difusi Inovasi dalam prosesnya ada 4
tahap, yaitu:
1) Pengetahuan : kesadaran individu akan adanya inovasi
dan pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi
2) Persuasi : individu membentuk sikap setuju atau tidak
setuju terhadap inovasi
3) Keputusan : individu melibatkan diri pada
aktifitas yang mengarah pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi
4) Konfirmasi : individu mencari penguatan (dukungan)
terhadap keputusan yang telah dibuatnya, tapi mungkin saja ia berbalik
keputusan jika ia memperoleh isi pernyataan yang bertentangan (McQuail,
1985:61).
4.
Teori Normatif
Kebutuhan melalui media
massa dapat dipenuhi dengan mendengar radio, membaca suratkabar, tabloid dan
maupun menonton televisi. Dalam pengamatan ini, model Teori Normatif, yaitu
Teori Media Pembangunan diadaptasi untuk meneliti bagaimana peran seorang
Opinion Leader (Tokoh Opini) dalam uapaya mendiseminasikan pesan-pesan dalam
Siaran Bali Terkini Radio Global FM
melalui media massa kepada masyarakat / khalayak.
Teori Normatif (cabang
filsafat sosial) yang lebih berkenaan dengan masalah bagaimana seharusnya media
berperan bilamana serangkaian nilai sosial ingin diterapkan dan dicapai dengan
sifat dasar nilai-nilai sosial tersebut. Jenis teori ini penting karena ia
memang berperan dalam membentuk institusi media dan berpengaruh besar dalam
menentukan sumbangsih media, sebagaimana yang diharapkan oleh publik media itu
sendiri dan organisasi, serta para pelaksana organisasi sosial itu (
McQuail,1994:4 ).
III.
KESIMPULAN
Pemuka pendapat adalah orang yang
memiliki akses terbesar terhadap media, dan memiliki pemahaman yang lebih
tinggi terhadap konten media. Merekalah yang kemudian menjelaskan dan
menyebarkan konten tersebut kepada orang-orang lain. Mereka berfungsi sebagai penjaga
gawang (gate keepers) atas pesan media. Dari sini, pesan media diteruskan
kepada anggota massa audiens lainnya (tahap yang kedua), sehingga pesan-pesan
media (dalam hal ini pesan yang disampaikan oleh “Siaran Bali Terkini Radio
Global FM) akhirnya mencapai seluruh masyarakat selaku khalayak dari media
massa tersebut..
Model aliran dua-tahap (two step
flow of communication) ini intinya menyatakan, pesan-pesan media tidak
seluruhnya mencapai massa audiens secara langsung. Sebagian besar pesan-pesan itu
malah berlangsung dua tahap. Tahap pertama, dari media massa kepada orang-orang
tertentu di antara massa audiens, atau kalangan yang kita sebut pemuka pendapat
(opinion leaders).
Referensi :
Assegaff, Dja’far,
1982. Jurnalistik Masa Kini, Jakarta
Ghalia Indonesia.
Arikuntoro, Suharsisi.
1997. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek Jakarta :
Rinaka Ciptan
Cangara, Hafied, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi, Raja Grafindo Persada.
Harahap, Ariffin. S, 2006.Jurnalistik Televisi : Teknik Memburu dan Menulis Berita,
PT. Indeks, Jakarta.
Kriyantono, Rachmat, 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, Kencana.
Liliweri, Alo, 1991, Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam
Masyarakat.
Bandung, Citra Aditya Bakti.
Masduki, 2001.Jurnalistik
Radio, LKIS, Yogyakarta.
Mc. Quail, Dennis 1989,
Teori-teori Komunikasi Massa.
Jakarta, Erlangga.
Mufid Muhamad, 2005.Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, IUN Press, Jakarta.
Morissan, 2007.Media
Penyiaran : Strategi Mengelola Radio dan Televisi, Ramdina
Prakarsa, Jakarta.
M. Romli, Asep Samsul, 2004.Broadcast Journalis, Penerbit Nuansa, Bandung.
Komentar
Posting Komentar