“KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM AKTIVITAS JURNALISTIK”


“KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM AKTIVITAS JURNALISTIK”
(PEMAHAMAN KOMUNIKASI BAGI INSAN JURNALIS KAMPUS)
Oleh : I Dewa Ayu Hendrawathy Putri, S.Sos, M.Si.

DISAMPAIKAN PADA ACARA
PELATIHAN JURNALISTIK  MAHASISWA ( PJM )
UKM PERS MAHASISWA IHDN DENPASAR
SABTU, 30 OKTOBER 2010
DI AULA KAMPUS PPs. IHDN DENPASAR

Pendahuluan

A.    KOMUNIKASI
Komunikasi dalam bahasa Latin tertulis "communication" yang berarti "berbagi" / "menjadi milik bersama".
Kamus "Webster's New Collegiate Dicationary" ed. 1977, komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda dan tingkah laku".
Kegiatan komunikasi akan melibatkan elemen:
Ø Sumber atau Komunikator
Ø Pesan-pesan yang disampaikan
Ø Saluran yang digunakan
Ø Penerima atau komunikan
Ø Kemungkinan efek yang terjadi (Feed Back)
* Komunikasi akan berjalan dengan baik apabila terdapat       kesamaan pandangan  ( overlaping of interest ) antara        komunikator dengan komunikan.
* Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan   pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk     bahasa sinyal, bicara, tulisan, gesture, dan broadcasting. ‘
           Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan,        atau
         tidak bertujuan.
* Manusia tidak dapat tidak berkomunikasi. Komunikasi merupakan         sebuah fenomena pemenuhan kebutuhan manusia, terutama    kebutuhan sosialnya, sejak puluhan ribu tahun lampau.
Menurut Cultip dan Center dalam Susanto (1982:138) mengatakan bahwa pesan yang efektif adalah pesan yang memiliki 7 C yaitu :
1.    Credibility yaitu nilai kepercayaan khalayak atau publik kepada komunikator.
2.    Context yaitu faktor yang menghubungkan isi pesan dengan keadaan lingkungan yang ada.
3.    Contents yaitu faktor makna dan arti yang tersimpulkan dalam pesan terutama memperhatikan apakah pesan dipahami oleh komunikan.
4.    Clarity adalah faktor kesederhanaan dan jelas tidaknya perumusan yang digunakan dalam pesan
5.    Continuity adalah pesan yang bersifat kesinambungan
6.    Consistency adalah ada tidaknya pertentangan / pebedaan dalam bagian-bagian ataukah terdapat suatu pengulangan    dengan variasi di dalamnya.
7.    Capability adalah faktor yang terakhir dalam penelitian pesan untuk disebarkan kepada komunikan.

KOMUNIKASI INDIVIDUAL (INDIVIDUAL COMMUNICATION)
1.    Kontak langsung, saling menyentuh (mental-psycho).
2.    Intens.
3.    Tatap muka (face to face).
4.    Keputusan diambil segera / cepat.
5.    Dua arah (two way traffic of communication)

KOMUNIKASI KELOMPOK (GROUP COMMUNICATION)
1.    Kontak langsung.
2.    Individu       Kelompok
          Intra kelompok
          Antar Kelompok
3.    Tatap Muka
4.    Mengambil keputusan lebih lamban.
5.    Kurang intens.

KOMUNIKASI MASSA (MASS COMMUNICATION)
1.    Kontak Langsung
2.    Tatap Muka bersifat maya (virtual)
3.    Tidak intens (tidak sering & mendalam)
4.    Tiada Komunikasi Antar Khalayak
5.    Tiada Hubungan Terstruktur
6.    Segmentasi; Psikologis – Sosiografis
7.    Wilayah Rata-rata (umumnya atas-bawah)

KEMAMPUAN KHUSUS KOMUNIKASI MASSA (TV & FILM)
1.    Mampu menggambarkan: hal yang terlalu besar-kecil; jauh-dekat; cepat-lambat; tersembunyi; gerak-gerik; efek bunyi dan warna
2.    Bersifat Realistik
3.    Membentuk Sikap, nilai, opini (namun belum tentu ada pengambilan keputusan)
4.    Persepsi Interpersonal (satu arah), namun dalam hal ini beda dengan face to face
5.    Komunikator “bertopeng” (sudah diatur).

Menurut “Jack Dove” pakar audio-visual advertisment (AVA) mengatakan: “Knowledge is Absorted Through The Five Senses Assessed in The Following Proportions’” (Pengetahuan tersebut dapat diserap melalui panca indera manusia), yaitu; penilaian menurut urutan proporsi indera sebagai berikut :
1.    Menggunakan Mata (sight) 70 %
2.    Pendengaran (hearing) 13 %
3.    Sentuhan (touch) 6 %
4.    Penciuman (smell) 3 %
5.    Cita Rasa (taste) 3 %.

B.    PEMAHAMAN  RHETORIKA DAN BERBICARA EFEKTIF
Retorika adalah kecakapan berpidato di depan umum (study retorika di Sirikkusa ibu kota Sicilia Yunani abab ke 5 SM). Retorika (dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhętôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka.
Dengan mulut kita dapat berbicara. Berbicara adalah merupakan suatu aktivitas kehidupan manusia normal yang sangat penting, karena dengan berbicara kita dapat berkomunikasi antara sesama manusia, menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, mengungkapkan perasaan dalam segala kondisi emosional dan lain sebagainya. Kalau diamati dalam kehidupan sehari-hari, banyak didapati orang yang berbicara. Namun tidak semua orang didalam berbicara itu memiliki kemampuan yang baik didalam menyampaikan isi pesannya kepada orang lain sehingga dapat dimengerti sesuai dengan keinginannya, dengan kata lain, tidak semua orang memiliki kemampuan yang baik didalam menyelaraskan atau menyesuaikan dengan detail yang tepat antara apa yang ada dalam pikiran atau perasaannya dengan apa yang diucapkannya sehingga orang lain yang mendengarkannya dapat memiliki pengertian dan pemahaman yang pas dengan keinginan si pembicara.
Untuk penyampaian hal-hal yang sederhana mungkin bukanlah suatu masalah, akan tetapi untuk menyampaikan suatu ide/gagasan, pendapat, penjelasan terhadap suatu permasalahan, atau menjabarkan suatu tema sentral, biasanya memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi bagi seorang pembicara yang belum terbiasa, bahkan tidak semua orang mampu melakukannya dengan baik. Dibutuhkan suatu keterampilan atau kecakapan dengan proses latihan yang secukupnya untuk dapat tampil dengan baik menjadi seorang pembicara yang handal.
Keterampilan berbicara pada dasarnya harus dimiliki oleh semua orang yang didalam kegiatannya membutuhkan komunikasi, baik yang sifatnya satu arah  maupun yang timbal balik ataupun keduanya. Seseorang yang memiliki ketermapilan berbicara yang baik, akan memiliki kemudahan didalam pergaulan, baik di rumah, di kantor, maupun di tempat lain. Dengan keterampilannya segala pesan yang disampaikannya akan mudah dicerna, sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dengan siapa saja.
Disadari bahwa keterampilan berbicara seseorang, sangat dipengaruhi oleh dua faktor penunjang utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu potensi yang ada di dalam diri orang tersebut, baik fisik maupun non fisik (psykhis), faktor pisik adalah menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan didalam berbicara  misalnya, pita suara, lidah, gigi, dan bibir, sedangkan faktor non fisik diantaranya adalah: kepribadian (kharisma), karakter, temparamen, bakat (talenta), cara berfikir dan tingkat intelegensia.
Sedangkan faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan. Namun demikian, kemampuan atau keterampilan berbicara tidaklah secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki oleh seseorang, walaupun ia sudah memiliki faktor penunjang utama baik internal maupun eksternal yang baik. Kemampuan atau keterampilan berbicara yang baik dapat dimiliki dengan jalan megasah dan mengolah serta melatih seluruh potensi yang ada.
Pada dasarnya seorang pembicara yang handal adalah seseorang yang ketika ia berbicara, baik dalam komuniasi formal (presentasi, ceramah, dll.) maupun informal (pergaulan) memiliki daya tarik yang rhetoris (mempesona) dengan isi pembicaraan yang efektif (sistematis, benar/tepat, singkat dan jelas dengan bahasa yang tepat) sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dengan jelas dan tergugah perasaannya.



BAGAIMANA BERHASIL MENJADI PEMBICARA DI DEPAN UMUM
(Larry King, dikutip oleh M. S. Hidayat memberi delapan ciri-ciri pembicara terbaik, yaitu :
1)    Memandang suatu dari sudut baru - mengambil titik pandang yang tak terduga dari subyek umum.
2)    Mempunyai cakrawala luas - memikirkan dan membicarakan isu-isu dan pengalaman luas di luar kehidupan mereka sehari-hari
3)    Antusias - menunjukkan minat besar pada apa yang mereka perbuat dalam kehidupan mereka dan pada apa yang katakan pada kesempatan berbicara.
4)    Tidak asyik sendiri - peka, peduli, dan memperhatikan respon pendengar.
5)    Sangat ingin tahu - terus belajar dan menggali hal-hal baru.
6)    Memberi ketegasan - Mereka membuat hubungan yang kuat dengan pendengar, berusaha menempatkan diri pada posisi pendengar untuk lebih memahami apa yang diinginkan oleh pendengar.
7)    Mempunyai selera humor - tidak terus-terusan serius, tetapi berusaha menciptakan suasana lucu dan menyenangkan, bahkan kadang-kadang tidak keberatan mengolok-olok diri sendiri.
8)    Mempunyai gaya berbicara sendiri - memberikan gambaran bahwa gaya bicara orang berbeda-beda, tetapi masing-masing berhasil karena suatu gaya yang cocok bagi seorang pembicara. Yang penting, pembicara yakin bahwa dia berbicara efektif.





C.   MENGENAL TEORI-TEORI KOMUNIKASI MASSA
1.  Bullet theory/Hypodermic needles 
Media massa dianggap memiliki kekuatan yang luar biasa, sehingga khalayak tidak mampu membendung informasi yang dilancarkannya. Khalayak dianggap pasif, tidak mampu bereaksi apapun kecuali hanya menerima begitu saja semua pesan yang disampaikan media massa. Penggambaran kekuatan media massa yang begitu besar menyebabkan teori media massa awal ini kemudian dijuluki teori peluru atau bullet theory , jarum hipodermis atau teori jarum suntik “hypodermic needles theory” .

2.  Teori efek terbatas media massa 
Teori komunikasi massa yang menekankan pada kekuatan media untuk mengubah perilaku ini pada beberapa dekade berikutnya mulai mendapat beberapa kritikan.
Penelitian-penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa sesungguhnya media massa memiliki efek yang kecil dalam mengubah perilaku.
Hal ini ditunjukkan oleh penelitian dari Carl I. Hovland mengenai efek film pada militer yaitu bahwa proses komunikasi massa hanyalah melakukan transfer informasi pada khalayak dan bukannya mengubah perilaku sehingga perubahan yang terjadi hanyalah sebatas pada kognisi saja.
Terbatasnya efek komunikasi massa hanya pada taraf kognisi dan (afeksi) ini menyebabkan teori aliran baru ini disebut sebagai limited effect theory atau teori efek terbatas.  
Konsep tentang teori efek terbatas ini dikukuhkan melalui karya Klapper, The Effects of Mass Communication (1960).
Klapper menyatakan bahwa proses komunikasi massa tidak langsung menuju pada ditimbulkannya efek tertentu, melainkan melalui beberapa faktor (disebut sebagai mediating factor)
Faktor-faktor tersebut merujuk pada proses selektif berpikir manusia yang meliputi persepsi selektif, terpaan selektif dan retensi (penyimpanan/memori) selektif.
Ini berarti bahwa media massa memang punya pengaruh, tetapi bukanlah satu-satunya penyebab.
Teori efek moderat ini merupakan hasil penelitian tentang komunikasi di tahun tujuh puluhan.
Dasar asumsi teori efek moderat ini adalah pertama, model efek terbatas terlalu mengecilkan pengaruh komunikasi massa. Ini berarti bahwa pada situasi tertentu komunikasi massa dapat mempunyai pengaruh yang penting; kedua, pengaruh efek terbatas hanya melihat efek media pada tingkat sikap dan pendapat, sedangkan sesungguhnya masih ada variabel lain yang dapat menjadi faktor pengaruh dan dampak dari media massa.

3.  Teori spiral kebisuan  (spiral of silence) 
Spiral kebisuan dikembangkan oleh Elizabeth Noelle-Neumann. Teori ini berpendapat bahwa media memiliki efek yang sangat kuat dalam membentuk opini publik.
Menurut teori spiral kebisuan, ada tiga karakteristik komunikasi massa yang dapat berpengaruh pada opini publik, yaitu kumulasi (cummulation) atau penimbunan; ubiquitas (ubiquity): keberadaan media yang selalu ada dimana-mana; dan konsonansi (consonance) atau persesuaian antara apa yang disampaikan media massa dengan opini publik .
Media massa memainkan peran penting, sebab media berfungsi sebagai sumber informasi, dimana orang mencari distribusi opini publik. Media massa dapat mempengaruhi spiral kebisuan dengan tiga cara, yaitu satu, media membentuk kesan-kesan tertentu tentang opini mana yang dominan; dua, media membentuk kesan-kesan tertentu tentang opini yang sedang naik atau berkembang; dan ketiga, media membentuk kesan tentang opini yang mutlak diperhatikan khalayak tanpa menampilkannya secara khusus.
Dalam penelitian Gerbner ditanyakan pada penonton mengenai bidang pekerjaan apa yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat. Ternyata, hasil penelitian menunjukkan bahwa penonton berat mendefinisikan pekerjaan seperti apa yang dilihatnya di televisi, yaitu dengan menjawab bidang pekerjaan yang paling banyak adalah yang berkaitan dengan hukum.
Padahal secara faktual bidang pekerjaan yang berkitan dengan hukum tidak lebih dari 1%. Hal ini dapat dimaklumi karena TV menampilkan lebih dari 20% karakter yang berhubungan dengan bidang-bidang hukum. Istilah spiral kebisuan diberikan didasarkan pada logika bahwa semakin tersebar opini yang dominan oleh media massa dalam masyarakat maka semakin senyap pula suara perseorangan yang bertentangan dengan opini mayoritas tersebut.
Efek tayangan kekerasan di televise;
§  Catharsis: tayangan kekerasan di media massa dapat digunakan sebagai mekanisme katarsis bagi penonton untuk melampiaskan fantasinya tentang kekerasan sehingga dapat mengurangi perilaku kekerasan yang ada.
§  Social learning :tayangan kekerasan dapat dijadikan sebagai model belajar bagi penonton.
§   Priming : ketika tayangan kekerasan berlangsung terus menerus dan ditonjolkan , dapat memberikan dampak jangka panjang pada penonton.
§  Arousal : membangkitkan perilaku kekerasan dalam diri penonton.
§  Desensitization : menjadikan penonton tidak lagi sensitif atau peka terhadap perilaku kekerasan, lama-lama dianggap sebagai hal yang biasa.
§  Fear : menimbulkan dampak ketakutan.

4.  Cultivation Theory
Teori penanaman atau cultivation theory ini berasal dari penelitian Gerbner tentang pola menonton televisi di Amerika Serikat. Penelitian Gerbner menemukan bahwa rata-rata penduduk Amerika Serikat menonton televisi kurang lebih 4-5 jam sehari. Mereka yang menonton lebih dari waktu tersebut disebut sebagai penonton berat atau heavy viewers. Sedangkan mereka yang menonton kurang dari jam tersebut disebut dengan light viewers. Efek dari seluruh terpaan pada pesan yang diproduksi inilah yang disebut Gerbner sebagai teori kultivasi (cultivation), dimana televisi mengajarkan pandangan dunia secara umum, peran-peran umum dan nilai-nilai umum.  
Penelitian Gerbner berdasarkan perbandingan antara penonton berat dan penonton ringan televisi.
·        Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara penonton ringan dan penonton berat televisi memberikan jawaban yang berbeda atas pertanyaan mengenai realitas yang dilihat di televisi.
·        Dalam penelitian Gerbner ditanyakan pada penonton mengenai bidang pekerjaan apa yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat. Ternyata, hasil penelitian menunjukkan bahwa penonton berat mendefinisikan pekerjaan seperti apa yang dilihatnya di televisi, yaitu dengan menjawab bidang pekerjaan yang paling banyak adalah yang berkaitan dengan hukum. Padahal secara faktual bidang pekerjaan yang berkitan dengan hukum tidak lebih dari 1%. Hal ini dapat dimaklumi karena TV menampilkan lebih dari 20% karakter yang berhubungan dengan bidang-bidang hukum.

5.  Teori Agenda Setting 
·        Teori agenda setting pertama kali dikemukakan oleh McComb dan Donald L. Shaw dalam Public Opinion Quarterly terbitan tahun 1972 berjudul The Agenda Setting Function of Mass media.
·        Kedua pakar tersebut mengemukakan bahwa “jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.”
·        Teori ini dilandasi oleh hasil studi mengenai pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 1968.
·        Teori Agenda Setting menggambarkan besarnya pengaruh media dan kemampuannya untuk “menceritakan” isu-isu apa yang penting. Isu-isu atau individu yang dipilih media untuk dipublikasikan, akhirnya menjadi isu dan individu yang dipikirkan dan dibicarakan oleh khalayak.
·        Disimpulkan bahwa meningkatnya nilai penting suatu topik pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai penting topik tersebut pada khalayak.
·        Studi selanjutnya dari McComb dan Shaw menunjukkan bahwa meskipun suratkabar dan televisi sama-sama mempengaruhi agenda politik pada khalayak, ternyata surat kabar pada umumnya lebih efektif dalam menata agenda daripada televisi
·        Dalam penelitiannya di tahun 1976, McCombs dan Shaw menyatakan bahwa : “Khalayak tidak hanya mempelajari tentang isu-isu publik dan masalah-masalah lain melalui media, mereka juga mempelajari seberapa besar kepentingan untuk mengikat pada isu atau topik dari tekanan media massa pada permasalahan-permasalahan itu. Contohnya, dalam menyatakan apa saja yang dikatakan oleh para kandidat selama kampanye, media massa lah yang menentukan isu-isu yang penting. Dengan kata lain, media massa mengatur “agenda” kampanye itu. Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif antara individu-individu merupakan salah satu dari aspek-aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa”.

6.  Uses and Gratification  Theory
Teori Uses and Grativifation dikemukakan oleh Katz dan Gurevitch (1959 ). Bukan lagi melihat pada pengaruh media terhadap khalayak, tetapi apa yang dilakukan khalayak terhadap media
Konsep ini dibuktikan dengan studi dari Riley & Riley yang menyatakan bahwa anak-anak menggunakan cerita-cerita petualangan di telivisi untuk berkhayal dan bermimpi. Hal ini mengindikasikan bahwa orang menggunakan media massa untuk tujuan-tujuan yang berbeda.
Teori Uses and Gratifications ini pada hakekatnya;
§  Untuk menjelaskan bagaimana individu menggunakan komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhannya.
§  Untuk “menjelajahi” motivasi individu dalam penggunaan media.
§  Mengidentifikasikan konsekuensi positif dan negatif bagi individu pada penggunaan media.
Asumsi-asumsi Uses & Gratification ;
§  Keaktifan dalam mencari atau menggunakan media massa untuk memuaskan kebutuhan individualnya.
§  Khalayak menggunakan media untuk pemenuhan harapan-harapannya.
§  Khalayak aktif menyeleksi media dan isi media untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Penelitian Rubin (1979) menyebutkan ada enam alasan mengapa anak-anak dan orang dewasa menggunakan televisi, yaitu untuk belajar, menghabiskan waktu, sebagai teman, sebagai sarana melupakan atau melarikan diri dari persoalan, sebagai sarana kegembiraan atau hiburan dan untuk bersantai atau rileks.
§  Khalayak tahu dan dapat menyebutkan motivasinya pada penggunaan media massa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal UAS Etika Kehumasan

KOMPONEN KONSEPTUAL KOMUNIKASI

BAHAN AJAR MATA KULIAH: STRATEGI PENGEMBANGAN PESAN