BAB. IV. NILAI BERITA

4.1. Nilai Berita Menurut Pandangan Lama
Wacana tentang nilai berita, kriteria dalam menyeleksi berita yang dimulai di lingkungan para pakar komunikasi pada tahun 1960-an, sebenarnya memiliki tradisi yang panjang. Dalam “Schediasma Curiosum de Lectione Novellarum”, “Christian Weise” mengemukakan pada tahun 1676 bahwa dalam memilih berita harus dipisahkan antar yang benar dan yang palsu. Daniel Hartnack juga pada tahun 1688 membahas masalah seleksi berita ini dalam tulisannya “Erachten von Einrichtung der alten teutschen und neuen europaischen Historien”, dengan memberikan penekanan pada unsur pentinganya peristiwa. Yang menentukan apakah suatu berita bernilai layak dilaporkan bukan terletak pada unsur dampak (consequence) dari peristiwanya. Yang menarik, Hartnack sudah mengetahui bahwa tampilnya suratkabar-suratkabar secara periodik telah menyebabkan timbulnya permintaan akan berita yang bebas dari kejadian yang sebenarnya, atau dengan kata lain ia telah melihat masalah pembentukan realitas oleh media massa.
Pada tahun 1690, “Tobias Peucer” menulis desertasi termasuk pertama kali tentang penerbitan suratkabar di Jerman. Ia mengemukakan bahwa karena pilihan harus dibuat dari peristiwa-peristiwa yang hampir tidak terhitung banyaknya, maka ia menyebut beberapa kriteria yang menentukan nilai layak berita, antara lain :
 Tanda-tanda yang tidak lazim, benda-benda yang ganjil, hasil kerja atau produk alam dan seni yang hebat dan tidak biasa, banjir atau badai yang disertai petir dan gemuruh yang mengerikan, gempa bumi, sesuatu yang aneh dan muncul dengan tiba-tiba di langit, dan penemuan-penemuan baru, yang pada abad itu sangat banyak terjadi.
 Berbagai jenis keadaan, perubahan, perubahan-perubahan pemerintahan, masalah perang dan damai, sebab-sebab perang dan keinginan-keinginan perang, pertempuran, kekalahan, rencana-rencana para pemimpin militer, undang-undang baru, pertimbangan-pertimbangan yang disetujui, pegawai negeri, orang-orang terkenal, kelahiran dan kematian para pangeran, ahli waris tahta, upacara pelantikan dan upacara-upacara resmi serupa itu, apakah upacara pelantikan, pergantian jabatan atau pemecatan, kematian orang-orang terkenal, akhir riwayat orang yang tidak ber-Tuhan dan masalah-masalah lainnya.
 Masalah-masalah gereja dan keterpelajaran, misalnya; asal-asul agama itu agama ini, pendirinya, kemajuannya, sekte-sekte baru, dogma-dogma yang diputuskan, ritual-ritual, perpecahan agama, penyiksaan, muktamar keagamaan, keputusan-keputusan yang diambil, karya tulis para sarjana, perselisihan ilmiah, karya baru kaum terpelajar, keberanian berusaha, bencana dan kematian serta seribu satu hal lainnya yang bertalian dengan alam, warga masyarakat, gereja, atau sejarah keagamaan.
 “Kaspar Stieler” juga pada tahun 1695 berpendapat bahwa para penulis berita di suratkabar haruslah “orang yang dapat menceritakan hal-hal penting dan menjauhkan diri dari hal-hal sepele. Stieler sudah menguraikan nilai-nilai berita ini secara jelas seperti kebaruan, kedekatan (proximity) geografis, implikasi dan keterkenalan (prominence) mupun negativisme. Jadi, sejak akhir abad ke-17 itu, sebenarnya para pemikir komunikasi sudah mampu merinci apa kriteria yang harus dipakai dalam menetapkan apakah suatu kejadian itu memiliki nilai berita atau tidak.

4.2. Nilai Berita Menurut Pandangan Modern
Pandangan modern tentang nilai berita terutama dihubungkan dengan “Walter Lippmann”, wartawan Amerika yang terkenal pada awal abad lalu. Ia menggunakan istilah nilai berita untuk pertama kalinya dalam bukunya “Public Opinion” pada tahun 1922. Disitu ia menyebutkan bahwa suatu berita memiliki nilai layak berita jika di dalamnya ada unsur kejelasan (clarity) tentang kejadiannya, ada unsur kejutannya (surprise), ada unsur kedekatannya (proximity) secara geografis, serta ada dampak (impact) dan konflik personalnya. Dalam pasal pertama bukunya itu yang berjudul “The World Outside and the Pictures in the Heads” (Dunia di luar gambaran-gambaran di dalam kepala), Lippmann, mengemukakan bahwa media banyak seklai membuat gambaran-gambaran tersebut. Dalam konteks ini ia juga membedakan natar lingkungan sebenarnya (=environment, yaitu teh world that is really out there) dan lingkungan – semu (=pseudo-environment, yaitu subjective perception of that world).
Jika diringkaskan, nilai berita itu tidak lebih dari asumsi-asumsi intuitif wartawan tentang apa yang menarik bagi khalayak tertentu, yakni apa yang mendapat perhatian mereka. Pengelompokkan tentang niali berita ini pertama kali diberikan oleh “Wibur Schramm” dalam tulisannya berjudul “The Nature of News”. Dalam tulisannya itu Schramm membedakan jenis-jenis berita dalam dua kelompok, yaitu yang sedang memberikan kepuasan yang tertunda dan yang memberikan kepuasan yang segera kepada pembaca. Di antara berita-berita yang masuk kelompok kedua adalah berita-berita kriminal dan berita-berita korupsi, berita-berita kecelakaan dan bencana, olah raga dan rekreasi serta peristiwa-peristiwa sosial.
Sedangkan berita-berita dengan kepuasan yang tertunda antara lain informasi tentang masalah kemasyarakatan, masalah ekonomi, masalah sosial, masalah ilmiah, pendidikan, keadaan cuaca dan kesehatan.
Tetapi, kriteria tentang nilai berita ini sekarang sudah lebih disederhanakan dan di sistematiskan sehingga sebuah unsur kriteria mencakup jenis-jenis berita yang lebih luas. Ambillah sebuah berita yang dimuat dalam suatu harian, misalnya; maka anda akan menemukan satu atau dua unsur di bawah ini didalamnya yang kita sebut sebagai nilai berita.

4.3. UNSUR-UNSUR BERITA
Inilah kriteria berita atau unsur-unsur nilai berita yang sekarang dipakai dalam memilih berita. Unsur-unsur tersebut adalah :
 Aktualitas (Timeliness)
Berita tidak ubahnya seperti ice cream yang gampang meleleh; bersamaan dengan berlalunya waktu maka nilainya akan semakin berkurang. Bagi sebuah suratkabar, semakin aktual berita-beritanya, artinya semakin baru peristiwanya terjadi, semakin tinggi nilai beritanya. Permintaan akan berita-berita hangat sedemikian besarnya sehingga sebuah kisah kejadian yangmemenuhi sebuah suratkabar pada satu hari tertentu biasanya terlalu basi untuk dimuat keesokan harinya.
 Kedekatan (Proximity)
Peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca, akan menarik perhatian. “Stieler dan Lippmann” menyebutnya sebagai kedekatan secara geografis. Unsur kedekatan ini tidak harus dalam pengertian fisik seperti disebutkan Stieler dan Lippmann itu, tapi juga kedekatan emosional. Misalnya; penderitaan kaum muslim di Bosnia akan menggugah kaum muslim di Indonesia, meski secara fisik letak kedua negara sangat jauh. Unsur kedekatan ini mendasarkan konsepnya pada “mirrow theory”, dimana orang senantiasa sangat menyukai hal-hal tentang dirinya sendiri. Sebab itu manusia senang bercermin dan berfoto.
 Keterkenalan (Prominence)
Dengan melihat sepintas lalu saja pada kolom-kolom berita kematian, kita sudah dapat melihat adanya tingkatan-tingkatan dalam status sosial di antara anggota-anggota masyarakat. Meninggalnya seorang tokoh terkenal mungkin diberi jatah berita beberapa kolom di halaman depan, tokoh terkenal lainnya hanya satu kolom, tokoh lainnya mungkin hanya beberapa alenia di halaman dalam, sementara anggota-anggota masyarakat lainnya meninggal tanpa diketahui oleh umum selain oleh sanak kerabatnya sendiri. Kejadian yang menyangkut tokoh terkenal (prominent names) memang kan banyak menarik pembaca. Dalam ungkapan jurnalistiknya : “personages make news”, dan “news about prominent persons make copy”. Nama membuat berita, misalnya; “Ketua MPR Taufik Kemas terjatuh di kamar kecil gedung MPR, bisa menjadi berita. Tetapi, kalau hal serupa dialami seorang office boy (OB) bernama Topik Kemas, tak banyak orang yang menghiraukannya”.



 Dampak (Consequence)
Seringkali pula diungkapkan bahwa “news’ itu adalah “history in a hurry”, berita adalah sejarah dalam keadaan yang tergesa-gesa. Tersirat dalam ungkapan itu pentingnya mengukur luasnya dampak dari suatu peritiwa. Peristiwa yang memiliki dampakluas terhadap masyarakat, misalnya; pengumuman kenaikan harga BBM, memiliki nilai berita tinggi. Mengukur luasnya dampak yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa juga dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan, “berapa banyak manusia yang terkena dampaknya, seberapa luas, dan untuk berapa lama?” Jawaban terhadap pertanyaan ini akan menentukan apakah kita menghadapi berita besar atau berita biasa. Seorang ilmuwan mengembangkan suatu vaksin baru. Berbulan-bulan waktu telah berlalu sebelum upaya pengembangannnya itu diberitakan, tidak ada aktualitas. Ia bekerja di sebuah laboratorium di Lombok. Tidak ada kedekatan bagi suratkabar-suratkabar di Jawa Barat. Mengakibatkan ilmuwan tersebut tidak dikenal oleh masyarakat (tidak ada unsur prominent). Tetapi, beda halnya dengan vaksin yang ditemukan oleh “Dr. Jons E. Salk”, penyakit yang terlibat adalah “poliomyelitis” justru dampaknya menjalar ke seluruh dunia. Dan berita penemuan ini dimuat di halaman satu semua suratkabar di dunia selama berminggu-minggu.
 Human Interest
Definisi mengenai istilah human interest senantiasa berubah-rubah menurut redaktur suratkabar masing-masing danmenurut perkembangan zaman. Tetapi, yang pasti adalah bahwa dalam berita human interest terkandung unsur yang menarik empati, simpati atau menggugah perasaan khalayak yang membacanya. Kata “human interest” secara harfiah berarti; menarik minat orang. Dan jika dihubungkan dengan ati harfiahnya ini istilah “human interest” dalam pemberitaan sebenarnya merupakan salah kaprah. Tidak satu pun berita bisa dimuat dalam suratkabar kecuali berita itu memiliki unsur human interest, memiliki hal-hal yang menarik minat orang. Tetapi, demi adanya istilah yang tepat, dunia jurnalistik memasukkan setiap jenis berita yang memiliki daya tarik secara universal yang menarikminat orang ke dalam golongan human interest.
Berikut ini adalah berita-berita yang mengandung unsur human interest :
1) Ketegangan (suspense)
Apa keputusan yang akan dijatuhkan dalam pengadilan kasus pembunuhan sadis itu? Apakah bayi yang diculik di rumah sakit itu dapat ditemukan kembali ?
2) Ketidaklaziman (unsualness)
Kejadian yang tidak lazim atau sesuatu yang aneh akan memiliki daya tarik kuat untuk dibaca. Misalnya; seorang wanita melahirkan bayi kembar 5 dan kelima-limanya selamat.
3) Minat pribadi (personal interest)
Kini telah hadir terapi pengobatan penyakit dalam dengan metode pijat akupresure. Sekarang telah dijual body spa berbahan cokelat dapat membuat kuliat kencang dan awet muda.
4) Konflik (conflict)
Peritiwa atau kejadian yang mengandung pertentangan senantiasa menarik perhatian pembaca.
5) Simpati (Sympathy)
Seorang anak balita yang kehilangan seluruh anggota keluarganya ketika terjadi gempa di Padang.
6) Kemajuan (Progress)
Suatu vaksin untuk mencegah penyakit AIDS tengah dikembangkan di Perancis.
7) Seks (Sex)
Seorang istri pejabat mengajukan gugatan cerai dari suaminya karena tidak rela di poligami.
8) Usia (age)
Seorang anak berusia 2 tahun sudah mampu menghafal nama-nama menteri.
9) Binatang (animals)
Seekor anjing yang menyelematkan seorang bayi yang terjebak arus banjir.
10) Humor (humor)
Seekor kucing persia yang memenangkan lomba dalam ajang kontes binatang pintar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal UAS Etika Kehumasan

Artikel Komunikasi

KOMPONEN KONSEPTUAL KOMUNIKASI