SEJARAH PUBLIC RELATIONS

Perkembangan PR sampai sekarang ini tidak terlepas dari dua orang Bapak PR yakni; Ivy Letbetter Lee dan Edward L. Bernays. Kedua ilmuwan ini peletak dasar munculnya PR modern, yang semakin hari keberadaan dan perkembangannya sebagai seluruh disiplin ilmu dan bidang profesi terlihat semakin mapan. Bahkan ada beberapa sarjana atau kaum professional di luar ilmu PR, seringkali tergiur untuk melakukan “pelacuran” ilmunya, dengan menggarap pelatihan, konsultasi dan pengajaran di bidang PR.
Padahal mereka dipertanyakan keahlian PR-nya. Bahkan yang lebih ironis lagi mereka mengejek ilmu PR sebagai tukang kliping, protokoler, tetapi ternyata banyak diantara mereka yang bersikap sinisme itu mengajar PR di lembaga pendidikan swasta, membuat pelatihan di instansi
Dan perusahaan, termasuk konsultasi PR, padahal mereka hanya memilik sub-disiplin ilmu non-PR. Memang ada yang lebih parah lagi seorang lulusan sarjana hokum, tetapi ngaku-ngaku expert dalam bidang PR. Sebagai insane PR tak perlu berkecil hati dengan ulah mereka, berpikir positif saja, mungkin mereka tidak mampu bersaing di bidang ilmu dan profesinya sendiri.
Ivy Letbetter Lee atau yang lebih dikenal Ivy Lee dianggap sebagai “The Father of Public Relations) yang telah memikirkan dan mempraktekkan PR secara konsepsional, ia berhasil mengembangkan PR yang oleh para cendikiawan PR kemudian dijadikan landasan untuk dimekarkan dan dijadikan subjek studi ilmiah. Ivy Lee adalah putra seorang Negarawan di Georgia Amerika serikat. Kegiatannya di bidang PR di mulai pada tahun 1906, pada waktu industri batubara di Negara “Paman Sam” itu mengalami kesulitan yang disebabkan pemogokan buruh. Ketika itu Lee sebagai seorang wartawan surat kabar. Timbulnya pemogokan para pekerja yang mengancam kelumpuhan industri batubara itu menyebabkan munculnya gagasan Lee untuk menengahi bagi keuntungan kedua belah pihak yakni; para industriawan dan para pekerja.
Gagasan Lee itu ditawarkan kepada pimpinan industri batubara dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Ia diberi kedudukan dalam manajemen puncak;
2. Ia diberi wewenang penuh untuk menyebarkan semua informasi factual yang patut diketahui rakyat.
Persyaratan Lee waktu itu cenderung revolusioner, karena orang bergerak dalam bidang komunikasi dan informasi ketika itu tidak berada dalam struktur top management. Begitupun fakta kepada public merupakan suatu hal yang tak lazim, aneh dan unik di era tersebut.
Pekerjaan seorang PR yang dilakukan oleh Lee dinamakannya Declaration of Principles (Deklarasi Asas-Asas), yang pada hakikatnya keberadaan public tidak bias dianggap enteng oleh manajemen industri dan dianggap tidak bisa apa-apa oleh pers. Dengan sikap jujur, Lee telah membuka tabir perusahaan besar dalam hubungannya dengan masyarakat. Lee telah berhasil menciptakan gagasan baru untuk mengatasi pemogokan di pabrik-pabrik besar dan gagasan baru untuk membina hubungan dengan pers.
Keberhasilan Lee sebagai PR, kemudian tawaran dari Pensylvania Railroad Company untuk mengatasi kesulitan sehubungan dengan terjadinya musibah kecelakaan pada jaringan utama perusahaan kereta api tersebut. Lee mengubah cara pengungkapan fakta itu, setelah bernegosiasi dengan pihak direksi, penanganan manajemen krisis dalam bentuk kecelakaan kereta api telah memberikan kepuasan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun pers.
Edward L. Bernays (1891 - 1955), sebagai bapak PR, nampaknya tidak banyak dikenal di banding dengan Ivy Lee, karena buku-buku PR klasik Cultip-Center “Effective Public Relations, yang diacu sebagai “alkitabnya” PR tidak begitu menonjolkan nama-nama perintis PR, termasuk Edward L. Bernays, buku PR yang kini bertebaran cenderung lebih banyak mengangkat nama Ivy Lee (diadaptasi dari : Purbaningrum, 1998).
Bernays adalah keponakan cendikiawa terkenal dalam bidang psikologi analisis “Sigmund Freud”, pemikiran dan kegiatannya untuk mengembangkan PR sebagai profesi yang mantap, handal, mapan, dan bertanggung jawab dalam masyarakat demokrasi, betul-betul tak mengenal lelah dan konsisten sejak ia sepenuhnya terjun sebagai konsultan Public Relations.
Ia merupakan orang pertama yang meyakinkan kaum bisnis, bahwa PR merupakan urusan eksekutif. Selain itu ia mempunyai misi pribadi untuk “mengamankan masa depan profesi PR”. Ia pun sempat menerbitkan buku Teks PR pertama yang berjudul “Crystalizing Public Opinions (1923)”. Buku Teks klasikini disusun berdasarkan konsep hakikat dan kekuatan opini public. Dalam buku itulah ia memperkenalkan konsep-konsep penting dalam PR yakni; rekayasa persetujuan public (engineering of Public Consent) dan konsultan PR (Public Relations Councel). Kedua konsep itu dipraktekkannya secara konsisten dan bertanggung jawab.
Edward Bernays tetap secara aktif terlibat dalam PR, bahkan sesudah mencapai usia 101 tahun. Di usia senja itu, ia tetap berapi-api ketika berbicara tentang profesionalisme PR yang sudah dicanangkan setengah abad sebelumnya. Untuk menjamin masa depan profesi, konsultan PR harus diakreditasi, terdaftar, ber-lisensi.Pada tanggal 10 Agustus 1991 di Park Plasa Hotel, Boston “Edward L. Bernays” mendapat gelar “The Father of Public Relations”, sehingga pemberian gelar Bapak Pendidikan PR kepada Prof. Scott M. Cultip, pengarang “Buku Suci” PR yaitu; Effective Public Relations, bersama penulis lainnya seperti: H. Center dan Glen M. Broom. Cultip adalah Dekan Emeritus pada Glady School of Mass Communication di universitas Georgia, yang juga telah mengabdi dan mengembangkanpendidikan PR School of Journlism and mass Communication Universitas Wisconsin, Madion, selama 30 tahun (diadaptasi dari : Purbaningrum, 1998 : 105-113).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal UAS Etika Kehumasan

Artikel Komunikasi

KOMPONEN KONSEPTUAL KOMUNIKASI