Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2010

BAB. II. MEDIA PENYIARAN (Teori & Praktek Siaran)

2.1. Sejarah Radio Sejarah ditemukannya radio dimulai di Inggris dan emerika serikat. Donald McNicol dalam bukunya “Radio’s Conguest of Space” menyatakan bahwa terkalahkannya ruang angkasa oleh radio dimulai tahun 1802 oleh “Dane”, yaitu dengan ditemukannya suatu pesan dalam jarak pendek dengan menggunakan alat sederhana berupa kawat beraliran listrik. Penemuan berikutnya adalah oleh 3 orang cendikiawan muda, diantaranya “James Maxwell” berkebangsaan Inggris pada thaun 1865. Ia dijuluki “Scientific Father of Wireless”, karena berhasil menemukan rumus-rumus yang diduga mewujudkan gelombang elektromagnetik, takni gelombang yang digunakan radio dan televisi. Radio yang digunakan sebagai alat atau media komunikasi massa (broadcasting) mula-mula diperkenalkan oleh “David Sarnoff”pada tahun 1915. Kemudian “Le De Forrest” melalui eksperimen siaran radionya tlelah menyiarkan kampanye pemilihan Presiden Amerika serikat tahun 1916, sehingga ia dikenal sebagai pelopor Radio Siaran. 2.2. Seja

BAB. V. WARTAWAN SEBAGAI PROFESIONAL

1.1. PROFESIONALISME WARTAWAN Dalam literatur, pekerjaan seperti pemimpin redaksi, redaktur, wartawan atau reporter disebut sebagai profesi. Seperti halnya dengan dokter, dosen, pengacara dan lainnya, profesi wartawan adalah profesi yang bukan sekadar mengandalkan keterampilan seorang tukang. Ia adalah profesi yang watak, semangat, dan cara kerjanya berbeda dengan seorang tukang. Oleh karena itu, masyarakat memandang wartawan sebagai profesional. Dalam persepsi diri wartawan sendiri, istilah “profesional” memiliki tiga arti;  Profesional adalah kebalikan dari amatir;  Sifat pekerjaan wartawan menuntut pelatihan khusus;  Norma-norma yang mengatur perilakunya dititik beratkan pada kepentingan khalayak pembaca. Selanjutnya ada dua norma yang dapat diidentifikasikan :  Norma teknis (keharusan menghimpun berita dengan cepat, keterampilan menulis dan menyunting, dan sebagainya);  Norma etika (kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti; tanggung jawab, sika

BAB. IV. NILAI BERITA

4.1. Nilai Berita Menurut Pandangan Lama Wacana tentang nilai berita, kriteria dalam menyeleksi berita yang dimulai di lingkungan para pakar komunikasi pada tahun 1960-an, sebenarnya memiliki tradisi yang panjang. Dalam “Schediasma Curiosum de Lectione Novellarum”, “Christian Weise” mengemukakan pada tahun 1676 bahwa dalam memilih berita harus dipisahkan antar yang benar dan yang palsu. Daniel Hartnack juga pada tahun 1688 membahas masalah seleksi berita ini dalam tulisannya “Erachten von Einrichtung der alten teutschen und neuen europaischen Historien”, dengan memberikan penekanan pada unsur pentinganya peristiwa. Yang menentukan apakah suatu berita bernilai layak dilaporkan bukan terletak pada unsur dampak (consequence) dari peristiwanya. Yang menarik, Hartnack sudah mengetahui bahwa tampilnya suratkabar-suratkabar secara periodik telah menyebabkan timbulnya permintaan akan berita yang bebas dari kejadian yang sebenarnya, atau dengan kata lain ia telah melihat masalah pembentukan r